Selama hampir 20 tahun pernikahan kami, berjauhan dengan si Abang bukanlah hal asing untuk saya. Kami baru menikah selama 4 bulan dan saya sedang hamil 3 bulan ketika pertama kali harus berjauhan dengan si Abang.
Gak tanggung-tanggung dia harus pergi selama 6 bulan untuk ikut Intensive English Course di Yogya. Saya sempat ke sana sebentar saat kehamilan saya memasuki usia 5-6 bulan. Juni 1989 si Abang pulang untuk mendampingi saya melahirkan, untuk kemudian terbang lagi ke Canada saat usia Kak Lila baru saja 1 bulan.
Hampir setahun kemudian baru kami berkumpul kembali saat saya ikut sekolah ke Canada. Tapi tidak dengan Kak Lila yang harus tinggal dulu beberapa bulan, sebelum saya menjemputnya untuk bergabung dengan kami di sana.
Sejak kepulangan kami ke tanah air pada 1994, berkali-kali si Abang pergi jauh selama 2- 6 bulan ke berbagai negara. Praktis saya sedikit sekali merasakan dimanjakan suami saat hamil. Dari ke tiga anak kami, hanya saat kehamilan Irham saya didampingi terus sampai melahirkan. Soalnya saat itu saya hamilnya di Canada sih..
Walaupun demikian sejak awal saya..sudah pasang aturan, dia boleh pergi (kan demi masa depan..gitu..), asal saat saya melahirkan si Abang harus selalu mendampingi saya. Alhamdulillah keinginan ini tercapai.
Meskipun sering berjauhan, komunikasi antara kami sebisa mungkin tetap berlangsung dengan media apa saja yang mungkin. Di awal 90-an, saat kami berjauhan, komunikasi lebih sering kami lakukan via surat. Sekali-sekali si Abang menelpon. Repotnya waktu itu.., di rumah ortu saya belum ada telpon, jadi kalau mau bicara sama saya..si Abang akan telpon dulu ke rumah tante saya meminta saya datang ke rumah tante. Cukup repot memang.
Saking panjangnya surat-surat kami, Ibu saya (alm) sering heran :’Itu tulis surat atau novel sih ?’ Gitu komentarnya. Saat membaca balasan si Abang yang juga berlembar-lembar, saya memberi pengumuman pada Ibu dan adik-adik (alm): ’Tolong jangan ganggu Cut Kak, mau baca novel balasan nih ’!
Apa saja yang kami tulis di surat-surat tsb ? It can be anything. Biasanya saya cerita tentang anak-anak, bagaimana perkembangan mereka, plus bagaimana rasa hati saya berjauhan dengannya (eehm..hmm). Itu saat anak-anak masih kecil. Si Abang banyak cerita tentang bagaimana adaptasinya di negara lain, tentang lingkungan barunya, tentang kegiatannya. Kami juga saling berbagi cerita tentang harapan dan keinginan jangka pendek dan panjang. Tentang rasa cinta yang terus tumbuh. Dsb.
Era menulis
Bagaimana sekarang ? Saat si Abang sedang di University of Kentucky, Lexington, USA Oktober sampai Nov kemarin, nyaris setiap hari kami berbicara via YM. Biasanya saya dan anak-anak online sore hari WIB, berarti pagi hari yang sama waktu Lexington. Pertanyaan untuk saya dan anak-anak jadi rutin di awal pembicaraan; ’How was your day ?’. Sebaliknya saya dan anak-anak mulai dengan :’ How is your schedule today ? What are you going to do ?’ Saat anak-anak sudah besar begini, kami jadi jarang sekali ngobrol secara pribadi kalau online di rumah. Pasti Irham dan Ilman yang berebut berbicara. Sambil ngobrol, si Abang juga mengirim foto-fotonya di sana plus bercerita tentang background foto tsb pada anak-anak.
Selain itu, komunikasi kami juga bisa lewat sms tentu saja. Kalau sms benar-benar bisa kapan saja, baik antara saya dan si Abang atau si Abang dan anak-anak. Kadang kami lupa kalau WIB itu selisih 12 jam dengan waktu
Ini yang terjadi beberapa minggu lalu. Saya terbangun oleh bunyi sms masuk di Hp saya. Setelah menghidupkan lampu, saya lihat jam..03.30 pagi. Siapa yang sms saya dinihari begitu ? Eh, si Abang rupanya. Ada apa ? Segera saya baca. Isinya ..dia bilang sedang di toko pakaian..pengen beli sweater untuk the boys, warna apa bagusnya untuk mereka ? Waduh, masa hanya mau nanya warna aja si Abang tega ngirim sms saya dinihari begitu ?
Ternyata dia gak sadar kalau di Banda masih malam, reflek aja dia ngirim sms ke saya. Kalaupun ada sedikit kesal di hati saya karena terbangun dari tidur nyenyak..., rasa itu langsung menguap. Saya bersyukur si abang selalu menganggap pendapat saya penting. Coba kalau dia lebih suka nanya pada orang lain ? Wah..bisa sewot saya...
Banda Aceh,
17 November 2008
