Tuesday, December 22, 2009

Tebarkan Kebaikan Dimana-mana

Di antara dunia yang begitu cepat berubah.  Diantara kesibukan individu yang seakan tak pernah henti.  Diantara waktu yang seakan semakin sempit.   Selalu saja ada setetes kesejukan, bak embun pagi menyiram hati di musim kemarau.   Aduh...ada apa ini,  saya koq jadi sok puitis.   Tapi itulah yang saya rasakan saat ini.

 

Bantuan seseorang di saat kita sangat membutuhkan, sekecil apapun, pasti sangat berarti bagi kita.  Membayangkan harus menyeret koper dari Schipol menuju Wageningen yang harus ditempuh dengan 2 kali naik train plus satu kali naik bus, bukanlah hal yang menyenangkan.  Makanya ketika Ida menawarkan untuk menjemput saya di Schipol, saya menyambutnya dengan gembira. 

 

Sebelumnya saya tak mengenal Ida.  Dia pernah jadi mahasiswa si Abang hampir 10 tahun lalu.  Bahkan salah satu tugas akhirnya dibimbing si Abang (info ini kami dapat dari Ida).   Tapi percaya atau tidak..si Abang sama sekali tidak ingat yang mana namanya Ida.   Dia memang payah..kalau urusan matching nama dan wajah seseorang.

 

Ada rasa kuatir, kalau-kalau Ida harus mengorbankan waktu berharganya untuk menjemput saya.  Begitu ketemu Ida..perasaan itu segera sirna.   Ida langsung bisa mengenali saya di meeting point-nya Schipol yang unik.  Dengan riang dia menyalami saya sambil berkata: ’Selamat datang di Holland, bu Lily’.  

 

Kami langsung bisa cerita seru seperti sudah lama kenal.  Sepanjang perjalanan menuju ke Wageningen kami tak henti berbagi cerita.  Ida kini sedang sekolah S2 di Wageningen.  Ini tahun ke-duanya di sana.  Insya Allah dia akan selesai September nanti.  Saking asyiknya, saya sampai lupa kirim sms untuk si Abang, bahwa saya sudah bertemu Ida.  Saya baru sadar ketika dia menelpon ke hp-nya Ida.., menanyakan apa sudah ketemu saya.  Ternyata si Abang kuatir juga saya kesasar he..he...

 

Tulisan di atas adalah penggalan cerita saat saya ikut suatu training di Wageningen, Belanda Mei-Juni lalu.  Tulisan yang belum usai, dan belum pernah saya posting di site saya di Multiply.  Tulisan ini adalah ungkapan rasa terima kasih saya atas bantuan Ida, saat saya di Wageningen kemarin.  Ida sekarang sudah menyelesaikan S2-nya dan sudah kembali aktif di kampusnya di Lhok Seumawe.  Sayangnya kami belum sempat ketemu lagi..karena beda kota tempat tinggal.

 

Saya jadi terkenang kembali (lagi-lagi) akan alm Ibu saya.  Di hari ibu hari ini..saya memang teringat terus kepada beliau.  Ada satu pesan ibu yang berhubungan dengan cerita saya di atas.  Kata ibu hendaklah  kita selalu menebarkan kebaikan dimanapun kita berada..jangan berharap balasan untuk kita, karena Allah Maha Tahu.  Sekecil apapun perbuatan baik kita..sebenarnya memang selalu ada balasan kebaikan dari Allah, kalau tidak untuk kita langsung, bisa juga untuk saudara, keluarga, dan anak cucu kita kelak.

 

Dan hanya Allah yang Maha Tahu..bahwa sekecil apapun bantuan dari teman, tetangga dan bahkan orang yang baru saya kenal barangkali merupakan balasan kebaikan yang pernah ditebarkan orangtua saya dulu, atau bahkan atas kebaikan yang pernah saya dan keluarga tebarkan ?  Wallahualam...

 

Selamat Hari Ibu..untuk semua ibu dan calon ibu...teman, sahabat, juga pasa mahasiswi saya..

 

 

Jakarta, 22 Desember 2009

lily

Sunday, November 8, 2009

Satu Keluarga Empat Negera

Ya,,begitulah keluarga kami sekarang.  Tak pernah terpikirkan oleh saya sebelumnya bahwa belum dua tahun sejak kembalinya kami dari Leeds, anak-anak sudah meninggalkan rumah untuk merantau.  Ke luar negeri lagi.

 

 

Dimulai oleh k’lila yang segera berangkat ke KL saat belum lagi sebulan kami kembali ke rumah.  Saya dan dia sama-sama merasa berat, tapi k’lila cukup besar untuk mengerti bahwa background pendidikannya di Leeds sudah tidak match dengan system pendidikan di Indonesia. 

 

 

 

 Kalau dipaksa ikut SNMPTN..bisa-bisa dia gak keterima dimana-mana.   Bagi saya lebih baik k’lila kuliah di KL daripada di PT di P. Jawa, misalnya.  Selain dekat dan bisa pulang kapan saja, lingkungan di kampusnya di Uniten cukup aman dan nyaman

 

Hampir dua tahun k’lila kuliah di KL, saya harus rela melepaskan si tengah Irham merantau juga.  Usianya masih cukup muda, belum lagi 15 tahun Agustus lalu.  Lagian dia masih SMA.  Kalau mengnikuti kata ahti, saya gak bakalan mengizinkan dia pergi.  Tapi mendapat beasiswa full 3 tahun untuk sekolah di United World College Singapore bukanlah hal mudah.  Lagian tegakah saya menjadi penghalang keinginan yang sudah diraih dengan sulit ini ?

 

Satu hal yang meringankan hati saya melepas k’lila dan Irham, mereka bisa pulang 2 bulan sekali ke rumah.  Lagian si Abang sudah janji, saya boleh terbang kapan saja menjenguk mereka kalau saya kangen.  Saya dan si Abang sudah cek jadwal libur mereka dalam setahun.  Tahun lalu, misalnya dalam setahun k’lila pulang sampai 6 x.  Sampai-sampai seorang teman saya berkata:’lila itu kuliahnya di KL atau di Banda sih’?

 

Kepergian mereka berdua sudah membuat rumah terasa sepi sekali.  Padahal saya adalah orang yang paling gak tahan berada dalam situasi sunyi, sepi, sendiri.   Seakan belum cukup sepi, bulan lalu si Abang pula yang  balik ke Leeds untuk research 2 bulan.  Sekarang tinggallah saya dan si bungsu Ilman di rumah.

 

Barangkali sisi lain menjadi seorang ibu adalah mencoba untuk tidak egois dan memaksakan kehendak sendiri saat anak meminta izin sekolah jauh dari rumah. Betatapun beratnya itu bagi saya.   Ini untuk menjawab pertanyaan beberapa orang teman mengapa saya tega melepas 2 anak sekolah ke LN.  Insya Allah saya cukup mengenal anak-anak saya.  Kami melepas mereka karena kami yakin Isnya Allah mereka mampu.  (Amin)

 

 

Sisi lain lagi menjadi seorang isteri mungkin selalu harus mendukung keputusan suami untuk pergi ‘berguru’ jauh demi kariernya.  Maunya saya sih..si Abang selalu dekat terus.  But this is life.. its not always something what you want, but more often its something what you get.

 

Btw, Insya Allah Senin besok (9 Nov) k lila akan pulang ke rumah untuk libur selama hampir 3 minggu.  Rumah bakalan lebih rame...

 

Banda Aceh, 8 Nov 2009

lily

Thursday, September 10, 2009

Ramadhan Minimalis

Ramadhan kali ini sungguh berbeda bagi kami sekeluarga.   Seingat saya sejak saya menikah dan anak-anak hadir, baru kali inilah saya menjalani Ramdhan yang sangat sepi.  Bukan tidak pernah si Abang tidak bersama kami saat Ramadhan, tapi 2 anak sekaligus tidak di rumah saat Ramadhan memang baru tahun ini terjadi.   Makanya saya menyebut Ramadhan kali ini dengan Ramadhan minimalis, dalam arti minimal orangnya.

 

Tanpa K lila dan Irham di rumah, suasana Ramadhan jadi lain.   Ilman menjadi anak semata wayang...dan tiba-tiba saja dia menjadi lebih dewasa dari biasanya.  Seringkali dia menasihati saya, saat saya tanpa sengaja berujar padanya:

 ’sepi sekali..ya..tanpa bang awam dan k lila ’.   

’ You have to face it, mum.   We are growing up.   Sooner or later we may go away to study or to work or to start our own family..’   Itu komentar Ilman. 

 

Nah..lo, siapa yang jadi orang tua ?

 

Karena jumlah oramgnya minimalis.., mau gak mau..saya juga jadi minimalis dalam menyiapkan makanan berbuka puasa.   Kalau biasanya saya ketiban order dari 3 anak, tahun lalu dari 2 anak, maka tahun ini hanya Ilman yang punya order.   Dan permintaannya gak susah-susah amat.   Untuk berbuka dia paling suka ‘mango lassi’ buatan ayahnya dan gorengan seperti lumpia atau samosa buatan saya.  Gak bosan setiap hari.   Kalau teman nasi, goreng sosis atau dadar telur sudah cukup untuk Ilman.   Cukup minimalis kan ?

 

 

Meskipun serba minimalis.., bukan berarti urusan ibadah jadi ikutan minimalis.   Bukankan Ramadhan adalah bulan penuh berkah dan kesempatan kita menabung amal untuk kehidupan nanti ?

 

 

 

Banda Aceh, 7 September 2009

17 Ramadhan 1430 H

Wednesday, August 19, 2009

Mengantar Anak Hidup Merantau (Episode 2)

Belum  dua  tahun sejak saya mengantar si sulung kak lila memulai hari-hari kuliahnya di negeri jiran Malaysia, kini episode mengantar anak hidup merantau terulang kembali.  Kali ini giliran si tengah Irham membuka lembaran baru sekolahnya di UWCSEA di Singapore. 

 

Sejak awal saya sudah mengatakan pada si Abang bahwa saya tidak bersedia sendiri mengantar Irham ke sana,  kalau bisa biarlah kami semua ikut mengantar.  Alhamdulillah keinginan ini terkabul.   Minggu lalu selama tiga hari kami sekeluarga berangkat ke Singapore untuk mengantar Irham.  Pada hari yang sama kak lila juga terbang dari KL dan kami semua bertemu di Changi Airport, sebelum menuju tempat kami menginap di Chinatown.

 

Senin 12 Agustus siang rombongan kecil kami menuju Dover Rd kampus.  Sesuai jadwal yang dikirim kepada kami sore itu Irham diminta check in di asrama, sekaligus dimulainya masa orientasi untuk siswa baru plus semua orangtua.  Saya sudah mulai merasa gundah..sore itu Irham akan langsung tinggal di asrama.   Rasanya gimana gitu...

 

Namun setelah beres-beres di kamar baru Irham dan sempat mengitari kampus UWC sambil ngobrol sama guru-gurunya, saya menjadi sedikit lebih tenang.   Apalagi ternyata Irham tidak menginap langsung Senin malam itu, dia masih kembali bersama kami ke penginapan.

 

Esoknya pagi-pagi kami kembali menemani Irham ke acara orientasi di sekolahnya.  Kali ini Kak Lila dan Ilman tidak ikut, mereka mau jalan sendiri naik-turun MRT.  ’Good luck..bang Awam, see u on October’ itu kata Ilman saat kami meninggalkan penginapan.  Ya.., sore ini Irham akan mulai masuk asrama.  Saya, si Abang dan Ilman akan terbang pulang Selasa malam, sementara kak lila pada waktu bersamaan juga akan terbang ke KL.

 

Sebagian hati saya rasanya ikut tertinggal di sana, saat saya dan si Abang melangkah ke luar gedung UWC.  Perasaan yang persis sama seperti yang saya rasakan saat meninggalkan kak lila dulu di Uniten.  Menyadari saya lebih banyak diam, sepanjang perjalanan menuju hotel..si abang terus menggoda saya...’Ayo..senyum lagi..., bukankah jarang-jarang kita bisa berjalan berdua begini ?’

 

Setelah melihat dan mendengar langsung selama masa orientasi di sana, saya jadi lebih banyak tahu tentang college satu ini.   UWCSEA atau United World Colleg of South East Asia adalah salah satu college yang merupakan bagian dari UWCs lainnya yang tersebar di setiap benua.   Sekolah ini menerima siswa mulai dari usia 4 sampai 16 tahun (TK-SMA).  Kurikulumnya lebih banyak mengadopsi kurikum British dengan pennyesuai sana- sini sesuai kebutuhan.  Irham sendiri akan menempuh pendidikan IB (International Baccaulereate), kurikulum standar yang diakui secara international (terutama di Eropah).  Tahun ini dia memulai pendidikannya di year 10 FIB (foundation of International Baccaulereate).  Tahun ke dua dan ke tiga baru full IB.

 

Melihat sarana pendidikan dan fasilitas college ini, saya dan Si Abang sadar bahwa kami berdua tak kan mampu membiayai anak-anak kami masuk sekolah ini.  Muahallnya itu lho !   Mungkin memang rezeki Irham dapat beasiswa untuk bersekolah ke sana (Alhamdulillah). 

 

Mengikuti langkah kami orangtuanya yang sering harus menjadi minoritas dalam menempuh pendidikan, Irham kini menjadi satu-satunya WNI diantara 42 siswa baru FIB yang berasal dari 16 negara tahun ini.  Untuk urusan berteman, Insya Allah Irham cukup mampu memulainya.  Hari pertama di sana Irham sudah terlihat akrab mengobrol dengan beberapa siswa dari India.   Saat itu kami tidak sempat bertemu dengnan teman sekamarnya, tapi dari list yang ditempel di dinding, kami tahu Irham akan berbagi kamar dengan siswa asal India, Korea, dan East Timor.

 

Tinggal sekarang kami sebagai orangtua selalu mengingatkan Irham akan akarnya dan akan kewajibannya sebagai seorang muslim.  Ini penting.  Dari segi agama, Irham juga tergolong ke dalam kelompok sangat minoritas.  Irham tidak sendiri, minimal ada 2 kakak kelasnya yang berasal dari Aceh juga, mereka penerima beasiswa tahun sebelumnya.  Meskipun beda gedung asrama, mereka sudah janjian akan sahur bersama Ramadhan nanti.

 

Sebenarnya inilah yang sangat memberatkan hati saya.  Baru seminggu sekolah, Ramadhan menjelang.  Anak seusia Irham berpuasa jauh dari rumah tentu bukanlah hal yang gampang  dilepas setiap Ibu, apalagi puasanya di lingkungan non muslim begitu.   Namun saya berharap..Insya Allah pengalamannya berpuasa di Leeds dulu, di lingkungan yang juga tidak berpuasa, bisa menjadi bekal bagi Irham untuk Ramadhan ini.   Bedanya kali ini dia jauh dari keluarga tentu saja.

 

Semoga Allah senantiasa melindungi anak-anak kami.  Semoga mereka senantiasa melangkah di jalan-Nya. Amin.

Banda Aceh, 18 Agustus 2009

Friday, July 10, 2009

Irham's Big Step....

Kalau si bungsu saya, Ilman, sudah bisa menjawab dengan yakin akan cita-citanya, Irham si tengah..memang masih pikir-pikir mau jadi apa kelak.  Walaupun demikian, Irham tahu pasti mau sekolah dimana usai SMP tahun ini.  Dia mau melanjutkan  SMA-nya di United World College (UWC) di Singapore ! ( ini alamatnya )   Dari mana ide ini muncul ?

 

Keinginan Irham ini bermula awal 2008 lalu ketika beberapa student dari College terkemuka ini berkunjung ke Banda Aceh dan mengadakan semacam workshop bagi sejumlah pelajar dari seluruh SMP negeri di Banda Aceh.  Bersama beberapa teman dari sekolahnya, Irham kebetulan ikut menjadi peserta workshop yang berlangsung selama 3 hari itu.

 

 

Usai workshop tsb dia selalu mengatakan pengen sekali sekolah di sana.  Sambil lalu saya menjawab kalau kami gak bakalan sanggup membiayainya ke sana.  ‘Don’t worry, I am going to get a scholarship for that’, balas Irham.   Terus terang saya yang sejak awal memang tidak begitu tertarik memasukkan anak-anak ke boarding school saat usia SMA, tidak begitu memperhatikan keinginan Irham ini.

 

 

Suatu hari di awal bulan Desember 2008, saat pulang sekolah Irham menunjukkan formulir pendaftaran untuk UWC plus seabreg persyaratan untuk mendapat beasiswa ke sana.  Dibantu ayahnya dengan serius Irham mengisi semua formulir untuk persyaratan administrasi. 

 

Akhir Desember Irham mendapat panggilan test tertulis, rupanya dia dinyatakan lolos saringan administrasi.   Terus terang saya belum bisa melepaskan Irham sekolah jauh begitu, namun saya juga berpikir biarlah Irham ikut tes, bisa menjadi pengalaman baginya.   Yang ikut test begitu banyaknya , belum tentu Irham bisa lulus.

 

 

Seminggu kemudian, bersama 7 peserta lainnya Irham dinyatakan lulus ujian tertulis beberapa pelajaran pokok.  Saat itu saya..baru tersentak.  Wah…gimana kalau Irham lulus wawancara nanti ?  Ketika kegundahan hati saya lepaskan ke si Abang, dia menenangkan saya dengan mengatakan kita lihat saja nanti.  Toh Irham belum tentu lulus.

 

 

Awal Januari 2009, selama dua hari penuh Irham mengikuti psikotest, test kesehatan, dan wawancara yang langsung dilakukan oleh beberapa guru dari UWC Singapore plus pihak Sampoerna Foundation sebagai pendamping di Indonesia.

 

Setelah semua test belalu, esoknya saya bertanya pada Irham:  ‘Let say..you pass all the test, and chosen to be the winner for scholarship.  How do you feel about it, Bang Awam ?.  Dengan riang Irham menjawab:  ‘I will be very happy of course’.

 

 

Irham tahu persis, saya belum mengiyakan dan menyatakan setuju penuh untuk dia sekolah ke Singapore.  Dengan serius saya kemudian melanjutkan:’ How about if I say that you cant go ?’.   Ini bukan pertanyaan gampang untuk dijawab, saya tahu itu.

 

 

Dibandingkan kakak dan adiknya, Irham mempunyai pembawaan yang lebih tenang, tidak selalu gampang dibaca keinginannya, dan lebih suka mengalah dalam situasi sulit.

Tak perlu lama bagi Irham untuk menjawab pertanyaan saya: ‘I wont go if you are not happy, mum.  I will give the chance to the second place to go’..   Saya hanya terdiam dan tidak lagi menyambung diskusi sore itu.  Beasiswa ke UWC ini memang hanya untuk satu orang.  Berarti peluang Irham adalah 1/8 dibandingkan seluruh peserta yang tersisa.

 

Dua bulan berlalu, diskusi tentang sekolah ke Singapore tak lagi bergema di rumah kami, sampai awal Maret lalu, Irham membawa pulang selembar fax dari sekolahnya.  Tak terlihat keriangan berlebihan di wajahnya.   Di mata saya dia biasa-biasa saja saat mengatakan:  ’ I got the scholarship, mum’ sambil menunjukkan lembaran fax yang dipegangnya.

 

Seharusnya saya gembira akan keberhasilan Irham.  Tapi saya kalah dalam menyembunyikan perasaan dibandingkan Irham.  Dia tahu saya berat sekali untuk melepasnya merantau.  Ya..ampun, umurnya baru 14 tahun..!  Kalau dia di sana, betapa sepinya rumah tanpa kak lila dan Irham.  Tinggal Ilman yang di rumah. Bagaimana saya tidak sedih ?  ’Dont worry mum, if you dont want me to go there, I wont go...’

 

 

Kami diberi waktu seminggu untuk menyatakan kesediaan menerima beasiswa untuk Irham.   Keputusan harus diambil segera.  Dengan tegas si Abang menyatakan dia gembira dan mendukung kelulusan Irham.  Namun kalau itu ternyata tidak membawa kebahagiaan bagi saya yang akhirnya berdampak timbulnya rasa tidak damai  dalam keluarga, sebaiknya kemenangan Irham ditolak saja.

 

 

Saya tidak mau menjadi Ibu yang egois dan hanya mementingkan perasaan sendiri.  Saya mencari tahu alamat penerima beasiswa tahun-tahun sebelumnya.  Saya mendatangi orangtua mereka dan bertanya ini-itu bagaimana pengalaman mereka melepaskan anak seusia Irham sekolah Singapore.

 

Kemudian setelah saya cukup info, tanpa ikut serta ayahnya, saya mengajak Irham berbicara.  Dengan hati-hati saya bertanya pada Irham apakah dia memang benar-benar ingin sekolah disana.  Sudahkah dia siap untuk mandiri jauh dari rumah.  Saya juga membayangkan pada Irham kesulitan yang mungkin  dihadapinya  kelak jauh dari rumah.   Irham terlihat sangat yakin akan keinginannya.

 

Akhirnya walaupun berat, saya mengatakan padanya bahwa dia boleh pergi.   Saat itulah dia bersorak gembira.  ’Thank you, mum.   I wont let you down’.   Dengan segera berita ini menyebar ke seantero rumah.   Ilman mendatangai saya.  ‘Don’t be sad, mummy.   You still have me at home for the next three years’.  Lho.., Ilman mau sekolah keluar juga ? 

 

 

Begitulah.., awal Juni kemarin Irham mengikuti orientasi seminggu di kampus UWC Singapore.  Saya tidak ikut mendampingi Irham, karena sedang training di Wageningen.  Si Abang mengantar Irham sampai Medan saja, kemudian melepas Irham terbang sendiri ke Singapore. ’Sekalian latihan’, jawab si Abang ketika saya protes.  Sabtu, 6 Juni kemarin si Abang menjemput kembali Irham di Medan.  Kali ini Irham juga harus terbang sendiri dari Singapore ke Medan.

 

 

Usai mengantar Irham naik pesawat ke Singapore minggu lalu, si Abang mengirim email sangat mengharukan untuk saya.   Ah.., Irham memang sudah besar....

 

 

 

 

Wageningen, 7 Juni 2009

Saturday, May 23, 2009

'Desa Wageningen"

 

Empat hari sudah saya di Wageningen.   Sejak senin 18 Mei training yang saya ikuti sudah mulai.   Setiap hari kelas dimulai jam 8.30 am dan berakhir jam 5.30 pm.   Lumayan padat..., makanya belum sempat kemana-mana.  Apalagi toko-toko di city centre, di sana  disebut centrum,  sudah tutup pada pukul 6 sore. 

Walaupun demikian, ditemani Ida, saya sempat juga jalan seputar centrum melihat-lihat suasana di Wageningen.   Wageningen adalah kota kecil (barangkali lebih tepat disebut desa) dengan penduduk hanya sekitar 35.000 orang.  Hampir 40 % diantara penduduknya adalah mereka yang berhubungan dengan University of Wageningen, baik sebagai students ataupun staf..  Wageningen University and Research Centre adalah bagian utama dari kota ini.  Seperti kota pendidikan gitu.

 

Menyusuri jalan, terasa sekali suasana yang tenang dan nyaman.  Pohon-pohon  menghijau yang begitu banyak tumbuh dumana-mana memang menambah suasana kota menjadi lebih sejukdi akhir spring ini.  Jalan-jalan dalam kota cukup unik, dibandingkan di UK misalnya.  Karena sepeda termasuk sarana transportasi utama, maka ada jalan khusus yang disiapkan bagi pengendara sepeda, yang berdampingan dengan trotoar untuk pejalan kaki.  Barangkali ini memang khas jalan-jalan di Belanda.

 

Ini memang bukan kunjungan pertama saya ke Belanda.  Tapi baru kali ini saya bisa melihat kehidupan di sana secara lebih dekat.  Hal lain yang menyenangkan di Wageningen adalah hampir semua penduduknya bisa berbahasa Inggris dengan sempurna.   Jadi gak perlu kuatir gak ada yang mengerti kita...

 

 

 

Bersama 28 peserta lain dari berbagai negara, saya ditempatkan di hotel milik Wageningen Uni yang sekaligus merupakan tempat kami training. Kebanyakan peserta berasal dari Afrika da Asia, hanya satu bule-nya. yaitu pesera dari Georgia.

 

Enaknya, training selama empat minggu tidak diisi dalam kelas terus, tapi banyak juga jalannya.  Nanti sore check out dari Wageningen.  Selama seminggu kami akan dibawa ke beberapa kota di Belanda dan Jerman.  Bukan sekedar jalan-jalan sih, mirip field trip dengan full assignment.  Karena acara field trip ini, rencana mengelilingi Wageningen ditunda dulu.., nanti disambung lagi saat kembali..

 

 

Wageningen, Kamis 21 Mei 2009

Monday, May 18, 2009

Jakarta-Amsterdam: Perjalanan sendiri yang tak cukup nyaman

Alhamdulillah saya telah tiba di bandara Schipol, Amsterdam, setelah  perjalanan panjang melelahkan.  Berangkat dari Jakarta Sabtu malam 18.45 WIB, transit di KL satu jam, terus langsung terbang dari KL-Amsterdam. Selama terbang hampir 16 jam, rasanya sungguh tak nyaman, masalahnya saya dapat tempat duduk di tengah, di antara dua orang bule yang sepanjang perjalanan minum alkohol terus.   Mereka memang cukup ramah.., tapi baunya itu lho, bikin pusinggg..!.   Mau bergerak banyak juga gak gampang, akibatnya kaki saya lumayan bengkak karena peredaran darah tak lancar.  Saya sampai kaget saat mau bangun.

 

Sudah lama saya tidak terbang jauh sendiri.  Terakhir perjalanan jauh saya adalah akhir tahun 2004 dan akhir tahun 2005, saat saya bolak-balik Leeds-Banda Aceh.   Saat itu perjalanan sendiri yang tak nyaman memang tidak terasa sama sekali.  Bisa dikatakan saya mati rasa selama dalam perjalanan.  Rasa hati saya lebih banyak tertuju ke Banda Aceh, dengan musibah dahsyat menimpa keluarga besar saya.

 

Lebih 15 tahun lalu, saya sebenarnya sudah terbiasa jalan sendiri, bahkan lebih jauh dari perjalanan Indonesia-UK.   Kala itu saya beberapa kali bolak-balik Indonesia-Canada, plus ketika menjemput si sulung untuk bergabung dengan saya dan Ayahnya di Canada.

 

Tapi itu dulu..., saya masih sangat muda dan penuh excitement akan hal-hal baru.  Tentu saja lain dengan sekarang.  Sebelum memutuskan untuk mendaftar ikut training di Wageningen, terpikir oleh saya...malas banget harus terbang sendiri.   Belum lagi harus bawa-bawa barang berat.   Belum lagi harus ninggalin anak-anak selama sebulan.

 

Si Abang terus mendorong saya.., ‘Ayo daftar, this is a good time for you to travel for a while.  The kids will be fine with me’.  Itu katanya. 

 

Untuk memudahkan urusan saya, si Abang sudah mengatur jemputan untuk saya di Cengkareng saat tiba dari Banda Aceh.  Dia juga sudah booking hotel untuk saya selama menginap dua malam di Jakarta.  Si Abang juga mencari-cari via PPI Wageningen kalau-kalau ada yang dia kenal di sana.

 

 

Alhamdulillah ketemu.  Ada seorang mantan mahasiswanya yang kini sedang sekolah di Wageningen.  Setelah dikontak, Ida (itu namanya) dengan senang hati akan menjemput saya di Schipol, Amsterdam.  ’Biar gak repot jalan sendiri ke Wageningen, bu...’, kata Ida.

 

Dan disinilah saya sekarang.  Saya tiba sekitar jam 6 pagi waktu lokal.  Beres imigrasi dan bagasi, saya duduk di ruang tunggu kedatangan.   Menunggu Ida menjemput.   Karena hari Minggu, train paling pagi dari Wageningen baru ada sekitar jam 7 pagi.  Jadi saya harus sabar nunggu dia tiba 1,5 jam kemudian.   Daripada bengong,  saya. Buka komputer aja..nulis jurnal  untuk MP.  Untuk diingat nanti.

 

 

Schipol, Amsterdam

Sunday, 17 May 2009 (08.20 am)

Friday, May 15, 2009

On My Way to Wageningen

Sudah dua hari ini saya..ada di Jakarta.  Ngurus ini-itu di kedutaan Belanda.  Insya Allah sore ini saya akan terbang ke Amsterdam via Cengkareng.   Rada deg-degan juga.  Sudah lama saya gak jalan jauh sendiri.  Dulu sih waktu masih muda..oke-oke aja.   Tapi sekarang...sudah tua gini, ada cemasnya juga.

 

Saya akan ikut training di Wageningen selama 4 minggu.  Gabung dengan peserta lain dari beberapa negara.  Kebanyakan sih dari negara-negara Afrika.

 

Anak-anak ditinggal dulu sama Ayah-nya.  Biar all the boys take in charge at home, while the girls are out of the country he..he...

 

 

Singkat saja kali ini.  Insya Allah cerita lain di up date nanti.  Wish me luck ya....

teman-teman

 

 

Lily

Jakarta, 16 Mei 2009