Tuesday, May 22, 2007

Indonesia Raya




Ini dia lagu Indonesia Raya..., benar-benar membangkitkan semangat !

Thursday, May 17, 2007

Tanah Air




Mendengar lagu ini, kerinduan saya akan kampung halaman semakin bertambah. Dulu lagu Tanah Air merupakan lagu penutup ketika acara TVRI habis pada malam hari (duluuuu sekali). Anyway, masih ingat lagu ini kan ?

Tuesday, May 15, 2007

Sistem Pendidikan di England (2): Kurikulum yang mendukung kreatifitas anak

 

Kali ini saya ingin menuliskan suasana belajar di Primary School, berdasarkan pengalaman menyekolahkan  anak-anak saya di Leeds.

 

Seperti halnya di Indonesia , sekolah dasar di UK (Primary School) juga terdiri dari kelas satu sampai enam (year 1-6).  Selama di Primary School murid melalui dua tahap yang disesuaikan dengan kurikulum nasional.  Kedua tahap tersebut dikenal dengan ‘key stage 1’ untuk kelas ‘reception (sebelum kelas 1 SD), kelas 1, dan kelas 2.  Sedangkan ‘key stage 2’ diberlakukan untuk kelas 3,4,5, dan 6.

 

Setiap subjek (pelajaran) yang diajarkan kepada murid didasarkan pada kurikulum nasional UK.  Subjek yang diajarkan terdiri dari subjek inti, yaitu Bahasa Inggeris, Matematika, dan Science (IPA).  Selain itu juga ada pelajaran dasar yaitu Sejarah, Geografi, Kesenian, Musik, Teknologi,  Pendidikan Agama, dan Pendidikan Olahraga.  Dalam kurun waktu 6 tahun anak-anak bersekolah di SD, hanya ada 2 kali ujian Nasional, yaitu di akhir ‘key stage 1’ (kelas 2 SD) dan di akhir ‘key stage 2’ (kelas 6 SD).  Subjek yang diuji adalah Bhs. Inggeris, Matematika, dan Science.  Nilai yang didapat oleh setiap anak kemudian akan dicantumkan dalam sebuah sertifikat yang dikeluarkan oleh ‘Dinas Pendidikan’.  Sedangkan rata-rata nilai murid untuk setiap subjek dari setiap sekolah akan dimumkan dalam ‘League Tables’ (table liga) yang bisa diakses oleh masyarakat umum.

 

Selain ujian nasional di atas, tak ada ujian lain yang harus diikuti murid. Info terakhir saya dapat sekarang malah tidak ada lagi ujian nasional untuk kelas 2, hanya tinggal untuk kelas 6. Alasannya anak-anak tidak boleh ‘stress’ dengan ujian !  Tak ada ujian tengah semester, ujian semester, dsb (bandingkan dengan anak-anak di Indonesia).  Walaupun demikian murid tetap mendapatkan ‘raport’ (seperti di Indonesia) berisi penilaian guru kelas untuk setiap subjek yang diajarkan.  Raport ini dibagikan setahun sekali, biasanya pada akhir semester, menjelang libur musim panas (bulan Juli).   Nilai yang dicantumkan dalam raport didasarkan pada penilaian sehari-hari di kelas plus ujian kelas bisa dilakukan kapan saja oleh guru.

 

Yang menarik nilai yang tercantum bukan dalam bentuk angka 1-100 atau huruf A,B,C,D atau E, tapi berupa angka 1,2,3,4 atau 5 diikuti huruf a,b,dan c yang menunjukkan level nilai si anak.  Jadi nilai 1a berarti lebih tinggi dari 1c, atau dengan kata lain anak dengan nilai 1a artinya dia paling top di level 1.  Nilai 4a berarti lebih tinggi dari 4c, dst.  Selain itu..raport anak juga berisikan uraian guru bagaimana sikap, usaha, dan kemampuan anak terhadap masing-masing subjek.

 

Guru yang mengajar di Primary School di UK, mirip dengan guru mengajar di SD Indonesia. Bedanya, setiap kelas diajarkan oleh 2 guru tetap, plus 1 guru tambahan, namun yang menjadi penanggung jawab kelas  1 orang guru (wali kelas). Karena itu si guru tahu persis bagaimana tingkah laku si anak sehari-hari selama di sekolah, dan di kelas khususnya.  Ini semua dicantumkan dalam raport si anak.  Dan yang pasti tak ada yang tinggal kelas, setiap tahun si anak naik terus ke kelas di atasnya !

 

Terus terang sistem raport seperti ini sangat menarik perhatian saya.  Di Indonesia berdasarkan pengalaman anak-anak saya saat TK, hanya untuk anak TK diberlakukan raport seperti ini (please correct me, if I am wrong).  Sedangkan di SD, SMP, dan SMA kemampuan murid hanya dinilai berdasarkan kemampuan akademiknya.  Kalaupun ada hal lain yang tertulis hanya kolom tambahan seperti ini kelakuan:  baik (rasanya saya belum pernah melihat ada raport yang bertuliskan jelek).

 

Hal lain yang menarik adalah tak ada anak yang bodoh di dalam kelas.  Anak yang kurang pandai Matematika atau Science, bukan berarti dia tak pintar, karena bisa jadi dia pintar dalam menggambar atau olaharaga, atau sejarah, dsb.  Potensi inilah yang digali oleh guru pada setiap murid.

 

 Saya ingat pada saat pertama kali saya dan suami menghadiri ‘parent evening’ (pertemuan orangtua dan guru) yang diadakan secara regular 2 kali setahun, untuk membahas bagaimana ‘performance’ anak.  Guru kelas Ilman, bungsu saya yang masih kelas 1 saat itu, memperlihatkan pekerjaan Ilman di kelas.  Hampir setiap subjek, kecuali matematika, berisi gambar !  Dengan tersenyum sang guru mengatakan bahwa Ilman punya imaginasi dan daya ungkap yang bagus sekali.  Mulanya saya tidak mengerti maksud si ibu guru.  Kemudian saya baru nyambung, rupanya karena kosa kata Bahasa Inggeris Ilman masih terbatas, dia mengungkapkan pikiran dan jawaban atas pertanyaan guru dengan gambar !  Walah..

 

Lain halnya dengan Irham, yang waktu itu kelas 4 SD.  Secara lisan Bahasa Inggerisnya sudah oke, tapi saat menulis dia sepertinya punya masalah dengan tenses.  Dia tidak bisa membedakan kapan harus pakai kata kerja past atau present dalam kalimatnya.  Ketika kami memberitahukan bahwa dalam Bahasa Indonesia tidak ada perbedaan kata kerja yang digunakan sehubungan dengan waktu, si guru baru mengerti sambil manggut-manggut.  Dengan simpatik dia berkata:  ‘This is not his fault, then’.   ‘I will focus more on this matter, until he gets the sense of it’.   Wah, lega rasanya..

 

Di Indonesia, kini sudah mulai diterapkan sistem tanpa ranking di kelas yang dulunya dibuat untuk membedakan kemampuan intelektual satu anak dengan anak lainnya.  Karena menurut para ahli hal ini bisa membuat anak stress dan semakin tertinggal di kelas.  Di UK setahu saya memang sama sekali tidak ada sistem ranking di kelas.  Lantas bagaimana penghargaan diberikan untuk anak-anak yang punya kemampuan lebih ?  Pengalaman dengan sekolah anak-anak saya di Leeds (saya yakin begitu juga di kota lain di UK), saya melihat cara yang cukup simpatik dan mendorong si anak untuk terus berkarya lebih baik.

 

Setiap hari, menjelang saat pulang sekolah, guru mengumumkan ‘star of the day’di setiap kelas.  Kepada si murid terpilih hanya diberikan kertas print out warna-warni yang bertuliskan namanya sebagai ‘star of the day’.  Pemberian penghargaan semacam ini tidak melulu didasarkan pada kemampuan akademiknya di kelas hari itu, tapi mencakup segala hal. Apakah karena hari itu dia telah bekerja keras mengerjakan soal sulit (walaupun dia menjawab nggak benar), apakah karena si anak yang biasanya ribut di kelas hari itu bersikap manis, atau bisa juga karena hari itu untuk pertama kali dia berhasil menghabiskan makan siangnya, dsb.

 

Selain penghargaan setiap hari, juga ada ‘star of the week’ yang dicatat dibuku dan diletakkan di lobby sehingga bisa dibaca setiap orang tua yang datang.  Untuk setiap pekerjaan rumah, atau tugas, atau apapun yang dikerjakan si anak dengan baik, diberikan satu ‘stamp’ yang ditempelkan pada buku khusus dan disimpan di sekolah.  Akhir tahun jumlah ‘stamp’ yang didapat masing-masing anak dihitung, dan yang paling banyak akan mendapatkan hadiah dari guru berupa alat tulis, voucher untuk beli buku, dll. 

 

Secara umum saya melihat bahwa pendidikan dasar anak-anak di UK tidak melulu didasarkan pada kemampuan intelektual (IQ) tapi juga kemampuan emosional (EQ).  Di Indonesia anak-anak sejak usia SD (bahkan TK) sudah harus ikut berbagai les (matematika, Bhs Inggris, musik, renang, dsb) di luar jadwal sekolah, pokoknya anak harus serba pintar dalam setiap pelajaran, nggak peduli dia suka atau tidak (Tapi kalau ke TPA untuk belajar mengaji, bagi saya 'wajib' hukumnya).   Anak-anak kita di Indonesia terbiasa menghafal rumus tanpa mengerti rumus itu datangnya darimana (saya dulu juga gitu lho).  Karena itu nggak heran, anak-anak keluarga Indonesia di Leeds,  pintar-pintar terutama untuk Matematika.  Tapi kalau disuruh cerita atau menulis, biasanya baru kelihatan tersendat.

 

Selain subjek yang didasarkan pada kurikulum nasional, anak-anak juga diajarkan bahwa beda pendapat itu adalah hal biasa, bahwa setiap anak itu adalah unik, beda dengan lainnya. Bahwa mereka harus bisa menghormati dan menghargai orang lain yang berbeda dengan mereka, baik warna kulit, budaya, atau agama.  Saya percaya hal ini penting dalam pembentukan pribadi anak dan akan mempengaruhi kemampuannya dalam hidup bermasyarakat kelak mereka dewasa.    Kebetulan sekolah anak-anak saya ini merupakan sekolah multi-cultural dari berbagai background etnis di dunia.  Karena letaknya di antara perumahan International Student dan kampus, sebagian murid adalah putra-putri  mahasiswa yang notabene berasal dari berbagai negara dan benua. 

 

Sistem pembelajaran juga tidak melulu harus di dalam kelas.  Pada saat mereka diajarkan tentang tumbuhan misalnya, mereka diajak keluar kelas untuk mengamati berbagai jenis tumbuhan di sekitar sekolah mereka.  Kepada mereka juga dibagikan benih tanaman tertentu yang berbeda untuk setiap anak yang kemudian ditanam di dalam pot.  Anak-anak bertanggung jawab terhadap pot mereka masing-masing dengan menyiram dan mengamati pertumbuhan tanaman tersebut.  Semua itu kemudian ditulis menjadi sebuah karangan.  Kebiasaan menulis ini juga dilakukan sehabis anak-anak bepergian ke luar sekolah, apakah ke ‘farm’, ‘park’ atau museum.  Tak ada batasan untuk menulis seperti keinginan guru.  Si anak boleh menulis apa saja sehubungan dengan perjalanan mereka.

 

Di Leeds anak-anak usia SD benar-benar menikmati masa kanak-kanaknya.   Mereka bisa main seusai sekolah, tidak selalu harus berkutat dengan pr yang segunung.  Sebagai orang tua, saya ikut senang melihat anak-anak saya gembira di sekolah, dan gembira bermain di luar jam sekolah. (Tapi..dasar Ibu Indonesia, saya kadang malah berpikir anak-anak di sini koq santai banget ya..).

 

Kini di Indonesia banyak bermunculan sekolah unggul (umumnya berasrama) yang mengandalkan keunggulan akademik (IQ) dan pendidikan agama (SQ) untuk murid-muridnya.  Apakah pendidikan yang terkait EQ juga sudah diperhatikan ?  Saya tidak berani berkomentar,  karena tidak tahu banyak tentang hal ini.

 

Sesudah lebih tiga tahun di Leeds, anak-anak saya sudah sangat terbiasa dengan pola pengajaran di sini.  Karena kami segera pulang ke Indonesia setelah suami selesai sekolahnya, saya mulai berpikir bagaimana sekolah anak-anak saat pulang nanti ?  Tentu mereka butuh waktu untuk bisa beradaptasi lagi dengan sistem di Indonesia (kan nggak mungkin saya yang mengubah sistemnya, ha..ha..).  Terpikir oleh saya bahwa untuk mempermudah anak-anak beradaptasi di sekolah, saya akan masukkan mereka les-les privat untuk pelajaran di sekolah.  Lho ?  Iya..nih, kembali ke Indonesia..nanti ..pikirannya jadi gaya Indonesia lagi.   Payahhh …..

 

 

 

 

 

 

Monday, May 7, 2007

Mother Shipton's Cave & Historic Park




Saat ke Knaresborough akhir April lalu, kami juga menyempatkan diri masuk ke 'historic park yang dikenal dengan 'Mother Shipton's Cave di dalamnya.

Mother Shipton adalah seorang peramal yang sangat terkenal di England. Dia dilahirkan dalam sebuah gua pada suatu malam penuh badai di tahun 1488. Beberapa kejadian yang pernah diramal oleh Mother Shipton sebelumnya adalah tentang invasi dan menyerahnya armada Spanyol pada tahun 1588. 'The Great Fire of london pada tahun 1666' juga sudah diramalkan oleh Mother Shipton jauh sebelumnya. Dia juga meramal kematiannya sendiri yang terjadi pada tahun 1561

Tak jauh dari gua tsb terdapat 'Petrifying Well' yang kalu diterjemahkan bebas berarti mata air yang bisa mengubah segalanya menjadi batu. Iya..sumber air ini merupakan fenomena geologi menarik yang telah menarik perhatian banyak orang ratusan tahun lalu. Air yang mengalir terus menerus melalui dinding tebing telah mengubah dinding tsb menjadi batu.

Menariknya benda apapun yang digantung dibawah aliran air pada tebing akan menjadi batu setelah beberapa bulan, tergantung ukuran benda tsb. beberapa orang terkenal pernah menyumbangkan barang pribadi mereka untuk digantung di sana dan menjadi batu kemudian, diantaranya dalah topi John Wayne dan 'hand bag'-nya Agatha Christie. Bagi yang di UK tentu tahu acara anak-anak 'Blue Peter' yang di usung BBC. Nah mereka juga pernah menyumbangkan shawl trade mark mereka plus badge-nya.

Masih di sekitar 'Petrifying well', ditemui juga gua kecil bercelah tempat air mengalir yang dikenal dengan 'Wishing Well'.

Semua kejadian alam menarik di atas terletak di dalam hutan kecil yang berusia sangat tua, sepanjang River Nidd. Dari Knaresborough Castle kita bisa melihat langsung ke hutan ini di seberangnya. Jalan panjang sepanjang River Nidd menuju Gua dan mata Air di atas dikenal dengan nama 'Sir Henry Slingsby's Walk'. Dari sini kita bisa melihat indahnya Knaresborogh from the other side of River Nidd.

Saturday, May 5, 2007

Sistem Pendidikan di 'England' (1): Usia wajib belajar

 

Sekarang mau cerita yang serius ah…(aduh keningnya jangan berkerut gitu)

 

Saat saya dan keluarga baru datang ke UK, urusan pertama yang harus diselesaikan segera adalah masalah sekolah anak-anak.  Ternyata sistem pendidikan di sini beda sekali dengan sistem di Indonesia.  Ketika mendaftar kita cuma diminta melampirkan akte kelahiran anak.  Itu saja (selain paspor tentu saja, untuk melihat eligibility-nya).  Kenapa akte kelahiran ?  Tanggal dan tahun kelahiran anak yang akan menentukan si anak akan duduk di kelas berapa.  Ini berlaku untuk SD (primary School) atau sekolah lanjutan (Secondary school).

 

Waktu itu seringkali saya harus diskusi dengan guru anak-anak di sekolah untuk bisa mengerti sistem pendidikan di sini. Awalnya saya pikir aturannya bikin bingung dan pusing !  Tapi kemudian setelah saya beberapa kali menjadi penerjemah rombongan NU selama pelatihan ‘education management’ (baca disini)  pemahaman saya menjadi lebih baik.  Berikut saya uraikan secara singkat apa yang saya tahu tentang sistem pendidikan di UK, terutama di England (ck..ck..kayak mau ngajar aja..)’.

 

Pendidikan adalah wajib bagi setiap anak di UK yang berusia 5 sampai 16 tahun, yang bisa disebut sebagai pendidikan dasar.  Dalam rentang usia ini umumnya anak-anak bersekolah di dua tingkatan sekolah yaitu ‘primary school’ (setara dengan SD) dan ‘secondary school’ (setara dengan SMP dan SMA – dalam satu sekolah). Bandingkan di Indonesia yang wajib belajar hanya berlaku SD sampai SMP.  Level kelas yang akan ditempati si anak ditentukan oleh usia semata, baik yang baru mulai sekolah maupun yang merupakan pindahan dari sekolah lain.

 

‘Primary school’ menerima anak usia 5 sampai 11 tahun , untuk year 1 sampai year 6 (kelas 1 s/d 6).  Sedangkan ‘Secondary school’ diperuntukkan bagi anak yang berusia 11 sampai 16 tahun.   Dari buku panduan yang dikeluarkan oleh ‘education office’ tertera bahwa seorang anak memulai tahun pertamanya di ‘primary school’ ketika dia berusia 5-6 tahun.  Artinya si anak harus merayakan ulang tahun ke-6 nya selama dia duduk di kelas 1.  Dan ini dihitung sejak 1 September (tahun ajaran baru) sampai 31 Agustus tahun berikutnya. 

 

Bingung dengan penjelasan di atas ?  Coba saya tuliskan contohnya.  Putri sulung saya misalnya, dia lahir sebelum Sept 1990.  Artinya pada tahun 1995 dengan sistem di UK dia sudah duduk di year 1 primary school, karena sebelum Sept tahun 1996 dia berultah yang ke-6.   Bandingkan dengan teman-temannya yang lahir sesudah 31 Agustus tahun yang sama, mereka baru masuk year 1 tahun berikutnya, 1996.  Jadi beda usia beberapa hari atau bahkan satu hari saja antara anak yang lahir akhir Agustus dengan yang lahir awal September tahun yang sama, sudah membedakan kelas mereka di sekolah.

 

Ini dialami oleh kedua anak laki-laki saya.  Si tengah lahir pertengahan September 1994 dan si bungsu pertengahan Oktober 1997.  Ketika datang ke UK awal tahun 2004, si tengah saya sudah kelas 4 SD di Indonesia.  Di UK mereka juga tetap di kelas 4.  Padahal ada temannya yang lahir 30 Agustus 1994 sudah duduk di kelas 5 primary school.  Hal yang sama juga dialami oleh anak bungsu saya.  Karena lahir bulan Oktober, dia tetap kelas 1 primary school di sini.  Jadinya dia termasuk anak yang tertua di kelas. Karena  teman-temannya yang lahir sebelum September 1998 juga duduk di kelas 1.  lain halnya dengan si sulung, karena lahir sebelum September, sampai disini dia ‘lompat’ satu level daripada di Indonesia.

 

Aduh koq mumet ya..jelasinnya.  Mudah-mudahan bisa dimengerti.  Kalau tidak ya..nggak apa.  Tenang…..nggak ada ujiannya (he..he..).

 

Istirahat sejenak…., saya lanjutkan lagi.

 

Sekitar bulan November sampai awal Desember,  anak-anak kelas 6 primary school sudah harus mengisi form untuk memilih ‘seconday school’ yang akan mereka tuju pada bulan September tahun berikutnya.  Orang tua harus mencantumkan 3 pilihan sekolah sesuai urutan pilihan.  Biasanya sekitar Feb-April tahun berikutnya, anak-anak sudah tahu mereka akan bersekolah dimana pada awal tahun ajaran baru.  Bagaimana kalau pilihan pertama si anak ditolak ?  Orang tua boleh ‘appeal’ ke ‘education office’,  Kalau alasannya jelas, bisa jadi si anak akan diterima sekolah pilhan pertama-nya.  Kalau tidak ya..tetap dimana dia diterima awalnya.

 

Sama halnya dengan di Indonesia, di UK juga ada sekolah swasta (private) atau sekolah negeri (state school).  Yang namanya sekolah swasta ya...jelas harus bayar untuk bersekolah di sana.  Sedangkan sekolah negeri bebas biaya sama sekali.  Tak ada uang SPP, tak ada uang buku, bahkan anak-anak tak harus membawa alat tulis atau buku dari rumah, karena semuanya sudah tersedia di sekolah.  Ini terutama berlaku untuk ‘primary school’.    Asyik ya..kalau di Indonesia bisa begini.

 

Pemisahan ‘primary school’ dan ‘scondary’ school umumnya berlaku untuk sekolah-sekolah negeri (state provision), sedangkan untuk sekolah swasta sistemnya bisa sedikit beda.  Ada sekolah swasta yang menyediakan ‘primary school’ dan ‘secondary school’ sekaligus.  Di antara  sekolah swasta terkenal di UK adalah Eton dan Harrow, tempat para ‘well-known people’ di UK bersekolah dulunya.  Aturan usia tetap berlaku di sekolah swasta, aturan lain.., kalau nggak punya uang banyak ya..nggak bisa masuk ke sana.

 

Di luar wajib belajar 5-11 tahun, pemerintah juga memberikan kesempatan bersekolah untuk anak sebelum 5 tahun, yaitu kelas ‘nursery’ (mirip TK di Indonesia) dan ‘reception’ (persiapan untuk year 1 tahun depannya).  Biasanya ke dua kelas ini terdapat di masing-masing ‘primary school’.  

 

‘Secondary school’ terdiri dari 5 level kelas, yaitu year 7,8, dan 9 (mirip SMP) dan year 10 dan 11 (mirip SMA).  Pada year 7,8,dan 9 anak-anak menerima semua pelajaran dan wajib diikuti.  Sedangkan di year 10 dan 11, sudah ada pelajaran pilihan tergantung minat si anak, di samping pelajaran wajib (Bhs Inggris, Science, dan Math).  Pada akhir tahun ajaran di year 10, semua anak harus mengikuti  ujian nasional yang biasanya dilakukan serentak di seluruh UK, minimal di England, untuk setiap subjek yang di ambil oleh masing-masing murid.  Ujian ini dilakukan untuk melengkapi GCSE (General Sertificate of Secondary Education).

 

Setelah menerima nilai GCSE-nya, usai sudah wajib belajar bagi mereka.  Sampai disini mereka sudah eligible untuk bekerja.., yang tentu saja semakin bagus nilai GCSE-nya semakin mudah mendapat kerja.  Bagi mereka yang berniat melanjutkan ke perguruan tinggi, masih harus bersabar dulu.  Karena mereka harus mengikuti pendidikan lagi selama 2 tahun, yang sering disebut dengan A-level, sebelum mereka bisa mendaftar ke Perguruan Tinggi.  Kelas A-level sering juga disebut dengan ‘sixth form’ yang terdiri dari year 12 dan 13.

 

Pendidikan A-level bisa diikuti di sekolah asal mereka (secondary school) atau pindah ke college bila subjek yang mereka inginkan tidak tersedia di sekolah asal. A-level tidak lagi wajib bagi anak-anak di UK, tapi masih tetap gratis kalau mereka memilih ‘state school’ atau ‘state college’.  Subjek yang dipilih harus disesuaikan dengan minat mereka saat kuliah nanti.  Jadi mereka benar-benar harus menentukan mau kuliah bidang apa nanti, sebelum memilih subjek yang sesuai di A-level.

 

Bayangkan mereka sudah harus menentukan arah hidupnya ke depan saat mereka berusia 16 tahun ! Mau langsung bekerja atau kuliah ?  Padahal dulu, bahkan sesudah ujian akhir SMA (18 tahun) saya masih ragu-ragu mau kuliah dimana.

 

Waduh..sudah kepanjangan ya.. .  Saya sudahi dulu sampai di sini cerita saya tentang pendidikan di UK.  Insya Allah lain kali saya sambung lagi dengan cerita yang berkaitan.

Trims..untuk semua yang sempat ‘browse’ artikel saya ini.

 

Catatan:  artikel ini saya tulis berdasarkan pengalaman saya menyekolahkan anak-anak saya di Leeds dan sumber bacaan dari ‘school of education’, Leeds Uni.  Bisa jadi ada aturan yang berbeda dengan kota atau  Negara bagian lain di UK.  You are very welcome to add information or to give a view….

 

 

Leeds, 5 May 2007

Tuesday, May 1, 2007

'Getting Married'




 


Ini masih cerita tentang si bungsu saya.  Ilman memang suka memperhatikan hal-hal baru dan menerjemahkannya ke dalam situasi yang kadang-kadang sama sekali tak ada kaitannya.


 


Saya ingat dalam perjalanan ke London suatu kali, kami sekeluarga duduk berhadapan dalam satu meja dengan 4 kursi, kecuali si sulung yang harus duduk terpisah.  Seperti biasa dalam perjalanan jauh seperti itu, kedua anak laki-laki saya asyik mengobrol tentang apa saja.  Kadang saya dan suami heran, koq ada saja yang mereka obrolkan berdua ya..  (Dasar Ayah-Bundanya suka cerita he..he..).


 


Anyway, kembali ke dalam kereta.  Setelah lebih kurang satu jam perjalanan, saya menyadari suasana di meja kami jadi sepi.  Rupanya Si Abang sedang terkantuk-kantuk bersandar di jendela, sedang Ilman sedang serius memperhatikan sesuatu. 


 


Tiba-tiba Ilman berkata: ‘Toiletnya getting married terus’


 


Saya menatap Ilman tidak mengerti, ‘Dik Man bilang apa ?’


 


Sambil menunjuk kearah toilet yang berada di ujung lain gerbong kami, dia berkata lagi: ‘Tuh kan, getting married lagi’.  Saat itu seorang laki-laki yang sudah antri mau ke toilet mulai masuk, segera sesudah seorang ibu keluar dari dalamnya.


 


Saya masih saja belum mengerti.  Ketika Ilman menunjuk ke bagian atas toilet dimana terdapat tanda bertuliskan ‘engaged’, barulah saya paham maksudnya.


 


Tak tahan saya untuk tidak tertawa.  Ha..Ha…  Tidak terima saya yang menurut Ilman menertawakannya, dia protes: ‘Kenapa ditulis engaged ?’ ‘Kan artinya getting married’. 


 


Ilman tidak salah.  Engaged memang berarti ‘getting married’.  ‘Tapi engaged juga bisa berarti lain, yang dalam hal ini berarti toiletnya sedang dipakai alias ‘occupied’, jelas saya.   


 


Hari itu dia jadi punya teka-teki baru yang terus ditanyakan pada teman-temannya di London‘Adakah yang tahu kapan toilet getting married ?’


 


 


Leeds, 26 April 2007