Catatan:
Awalnya sulit bagi saya untuk mengerti sistem yang diterapkan di Secondary School di UK, jauh banget bedanya dengan SMP dan SMA kita di
Sistem pengajaran di Secondary school sama dengan yang berlaku di perguruan tinggi. Untuk setiap pelajaran siswa akan berganti guru sesuai bidangnya, sekaligus beda ruangan yang sudah diatur untuk setiap pelajaran (saya pernah baca sekolah-sekolah tertentu di
Pelajaran yang wajib diikuti untuk siswa di Secondary School umumnya sama dengan pelajaran untuk anak-anak di primary School. Kelompok pertama adalah Core subjects, yaitu English, mathematics, and Science. Kelompok ke dua adalah Foundation subjects: History, geography, Art, Music, technology, Religious Education (RE), dan Physical Education (PE). Untuk siswa kelas 7,8, dan 9 (setara dengan SMP); kedua kelompok pelajaran ini wajib diikuti, dan masih ditambah lagi satu pelajaran Modern Foreign Languages, yang bisa bisa dipilih salah satu di antara banyak pilihan: Spanish, French, German, di beberapa sekolah bahkan ada pilihan Bahasa Urdu dan Arab.
Untuk kelas GCSE (year 10 dan 11) pelajaran wajib adalah yang tergolong core subjects, plus bahasa asing yang dipilih saat year 7, ditambah 3 atau 4 pelajaran lain yang diminati siswa sesuai dengan keinginannya sendiri.
Selama siswa berada di year 7-9, mereka akan mengikuti satu kali ujian nasional di akhir year 9. Sama dengan yang berlaku di Primary School (year 6), ujian nasional ini hanya untuk pelajaran English, Science, dan Math. Tak banyak yang saya ketahui tentang ujian nasional di year 9 ini, karena K’ Lila memulai secondary school-nya di sini di akhir year 9, jadi tidak diikutkan ujian. Sedangkan Irham saat ini baru duduk di year 7.
Di samping ujian nasional di atas, selama di secondary school setiap siswa akan menerima raport yang dikeluarkan sekolah setiap akhir tahun ajaran. Raportnya ya..mirip dengan yang di Primary School juga.
Sejak year 10 siswa sudah diarahkan untuk menghadapi GCSE (General Certificate of Secondary Education) yang merupakan sertifikat untuk siswa di akhir wajib belajar. Nilai GCSE tidak melulu didasarkan pada ujian nasional di akhir tahun ajaran di year 11, tapi sudah dicicil sejak mereka duduk di year 10. Nilai GCSE untuk setiap pelajaran merupakan nilai kumulatif dari beberapa bagian tugas dan ujian. Sejak year 10 siswa sudah diberikan tugas rumah alias ‘course work’ yang dinilai sampai 30 % dari total nilai umum pelajaran tsb di GCSE. Selain itu pada pertengahan year 11 siswa kembali mengikuti ujian yang untuk mendapatkan nilai sekitar 30 % juga dari total GCSE. Ujian final di akhir year 11 (sekitar bulai Mei-Juni) melengkapi nilai mereka untuk GCSE.
Seperti pernah saya utarakan di tulisan sebelumnya, tidak ada istilah tinggal kelas bagi anak-anak sekolah di
Di awal tahun ajaran setiap siswa wajib mengikuti test penempatan untuk setiap pelajaran yang akan diikuti. Hasil test ini akan menentukan si anak akan berada di set mana untuk setiap pelajaran Secara umum ada tiga level/set untuk setiap pelajaran di Secondary School, yaitu: Top/Higher Set; Intermediate Set; dan Fondation Set. Bahan ajaran untuk setiap level sudah disesuaikan dengan kemampuan si anak yang didasarkan pada hasil test di atas.
Penempatan siswa dalam level tertentu tidak tetap sifatnya. Artinya setiap siswa bisa pindah ke set lain pada tahun berikutnya. Hasil ujian pada setiap akhir tahun ajaran biasanya dijadian acuan untuk menentukan level siswa di tahun berikutnya. Jadi kalau seorang siswa di kelas 7 berada di Top Set, namun prestasinya menurun..dia bisa dipindahkan ke Intermediate set di year 8. Sebaliknya kalau siswa Intermediate Set menunjukkan prestasi baik, maka dia bisa dinaikkan ke Top Set tahun depannya.
Sistem beda level untuk setiap pelajaran ini berlangsung terus sampai akhir year 11, saat anak-anak mengikuti ujian akhir GCSE. Karena itu bisa dimengerti si anak bisa terus ketemu teman yang berbeda dalam setiap pelajaran. Setiap siswa memang ditempatkan dalam form tertentu dengan satu orang guru yang bertindak sebagai form tutor. Biasanya siswa dalam satu form hanya berkumpul saat absensi pagi sebelum pelajaran dimulai dan sore hari sebelum sekolah usai.
Irham, anak saya misalnya, saat ini dia duduk dikelas 7y. Setiap pagi dan sore semua anak yang masuk ke dalam form 7y akan berkumpul untuk di cek kehadirannya. Pagi hari setelah absensi ini, masing-masing anak akan menuju kelas dengan pelajaran sama namun kelas berbeda sesuai level mereka untuk pelajaran tersebut. Hasil test awal tahun ajaran baru kemarin menempatkan Irham di Top set untuk pelajaran Science dan Mathematics. Sedangkan penyesuaian level untuk pelajaran lain baru dilaksanakan di awal year 8, September nanti.
Timbul pertanyaan lagi adakah hubungannya keberadaan si anak pada set tertentu dengan nilai akhir GCSE di year 11 ? Ternyata memang ada dan erat sekali kaitannya. Setiap siswa akan mengikuti ujian untuk setiap pelajaran yang sesuai dengan levelnya. Siswa yang berada di Foundation set akan mengikuti ujian yang sesuai untuk mereka dengan nilai maksimal yang mungkin didapat adalah C. Siswa di Intermediate set akan mendapatkan nilai maksimum B, sedangkan nilai maksimum A atau A* hanya mungkin didapat oleh siswa yang berada di Top set. Jadi bahan ujian yang diikuti siswa di Top Set merupakan yang tersulit dan terbanyak dibandingkan kedua set lainnya. Menarik bukan ? Inilah yang menentukan kemampuan siswa di setiap pelajaran.
Namun bahan ujian akhir yang harus diikuti setiap siswa bisa fleksibel sifatnya. Meskipun siswa berada di Top Set, kalau dia merasa tidak yakin dengan kemampuannya, dia bisa milih ujian untuk Intermediate Set. Biasanya hal seperti ini harus didiskusikan dulu dengan gurunya. Nilai maksimum B, lebih baik daripada ikut ujian Top Set tapi dapat nilai C.
Ujian akhir GCSE kadang ada juga yang dilaksanakan di akhir year 10, terutama untuk English Language (ada lagi English Literature), untuk memberi kesempatan mereka memperbaiki nilai pada tahun berikutnya. Di akhir year 10 dua tahun lalu, K’Lila sulung saya, ikut ujian akhir untuk GCSE English. Meskipun berada di Intermediate set dia memilih ikut ujian untuk Foundation Set. Hasil ujian dia mendapatkan nilai maksimum C. Tahun berikutnya di Year 11, gurunya menawarkan lagi ikut ujian di level Top set untuk dapat nilai B atau A. Tapi K’Lila menolak.
‘Ujian English Language tidak gampang, belum lagi pelajaran lain yang juga akan ujian pada saat yang sama, mendingan K’Lila fokus belajar ke English Literature’. ‘Nilai C sudah cukup koq Bunda, toh GCSE C untuk English Language sudah memenuhi syarat minimal untuk melanjutkan di A-level dan universitas’.
Itu jawaban K’Lila pada saat saya seperti ikut mendorongnya agar ikut ujian lagi. Biasa…, ibu-ibu
Lho..koq ceritanya malah lari kemana-mana. Kembali ke topik utama.
Exam boards ini bersifat independen, jadi tidak ada campur tangan pemerintah dalam menyiapkan ujian dan menilai hasil ujian siswa. Tentu saja materi ajar untuk setiap pelajaran sudah disesuaikan dengan kurikulum nasional yang sudah ditentukan Pemerintah. Untuk menjaga standar materi ajar yang disesuaikan dengan perubahan zaman, beberapa tahun sekali materi setiap pelajaran untuk setiap exam board akan diinspeksi oleh lembaga pemerintah terkait.
Exam Boards yang ada di
Setiap sekolah bisa memilih sendiri exam boards mana yang akan dipakai untuk setiap pelajaran. Dan exam boards yang dipilih tidak harus sama untuk setiap pelajaran. Bisa saja untuk Science sekolah A milih AQA, namun matematika pakai OCR, dsb. Apa alasan sekolah memilih exam boards tertentu ? Ini saya tidak tahu jawabannya, kecuali untuk pelajaran tertentu yang hanya diselenggarakan oleh satu exam board. Mau gak mau sekolah harus memilih exam board tersebut.
Setelah ujian GCSE, siswa akan mendapat nilai untuk masing-masing pelajaran tertulis di sertifikat yang dikeluarkan oleh exam board ybs. K’Lila, misalnya, tahun lalu untuk English Language, English Literature, ICT dan Food Technology, sertifikat nilainya dikeluarkan oleh AQA. Sedangkan untuk Science dan Math sertifikat GSCE-nya dikeluarkan oleh OCR. Berakhir sudah wajib belajar bagi anak-anak di

