Kali ini saya ingin menuliskan suasana belajar di Primary School, berdasarkan pengalaman menyekolahkan anak-anak saya di
Seperti halnya di
Setiap subjek (pelajaran) yang diajarkan kepada murid didasarkan pada kurikulum nasional
Selain ujian nasional di atas, tak ada ujian lain yang harus diikuti murid. Info terakhir saya dapat sekarang malah tidak ada lagi ujian nasional untuk kelas 2, hanya tinggal untuk kelas 6. Alasannya anak-anak tidak boleh ‘stress’ dengan ujian ! Tak ada ujian tengah semester, ujian semester, dsb (bandingkan dengan anak-anak di
Yang menarik nilai yang tercantum bukan dalam bentuk angka 1-100 atau huruf A,B,C,D atau E, tapi berupa angka 1,2,3,4 atau 5 diikuti huruf a,b,dan c yang menunjukkan level nilai si anak. Jadi nilai 1a berarti lebih tinggi dari 1c, atau dengan kata lain anak dengan nilai 1a artinya dia paling top di level 1. Nilai 4a berarti lebih tinggi dari 4c, dst. Selain itu..raport anak juga berisikan uraian guru bagaimana sikap, usaha, dan kemampuan anak terhadap masing-masing subjek.
Guru yang mengajar di Primary School di
Terus terang sistem raport seperti ini sangat menarik perhatian saya. Di Indonesia berdasarkan pengalaman anak-anak saya saat TK, hanya untuk anak TK diberlakukan raport seperti ini (please correct me, if I am wrong). Sedangkan di SD, SMP, dan SMA kemampuan murid hanya dinilai berdasarkan kemampuan akademiknya. Kalaupun ada hal lain yang tertulis hanya kolom tambahan seperti ini kelakuan: baik (rasanya saya belum pernah melihat ada raport yang bertuliskan jelek).
Hal lain yang menarik adalah tak ada anak yang bodoh di dalam kelas. Anak yang kurang pandai Matematika atau Science, bukan berarti dia tak pintar, karena bisa jadi dia pintar dalam menggambar atau olaharaga, atau sejarah, dsb. Potensi inilah yang digali oleh guru pada setiap murid.
Saya ingat pada saat pertama kali saya dan suami menghadiri ‘parent evening’ (pertemuan orangtua dan guru) yang diadakan secara regular 2 kali setahun, untuk membahas bagaimana ‘performance’ anak. Guru kelas Ilman, bungsu saya yang masih kelas 1 saat itu, memperlihatkan pekerjaan Ilman di kelas. Hampir setiap subjek, kecuali matematika, berisi gambar ! Dengan tersenyum sang guru mengatakan bahwa Ilman punya imaginasi dan daya ungkap yang bagus sekali. Mulanya saya tidak mengerti maksud si ibu guru. Kemudian saya baru nyambung, rupanya karena kosa kata Bahasa Inggeris Ilman masih terbatas, dia mengungkapkan pikiran dan jawaban atas pertanyaan guru dengan gambar ! Walah..
Lain halnya dengan Irham, yang waktu itu kelas 4 SD. Secara lisan Bahasa Inggerisnya sudah oke, tapi saat menulis dia sepertinya punya masalah dengan tenses. Dia tidak bisa membedakan kapan harus pakai kata kerja past atau present dalam kalimatnya. Ketika kami memberitahukan bahwa dalam Bahasa Indonesia tidak ada perbedaan kata kerja yang digunakan sehubungan dengan waktu, si guru baru mengerti sambil manggut-manggut. Dengan simpatik dia berkata: ‘This is not his fault, then’. ‘I will focus more on this matter, until he gets the sense of it’. Wah, lega rasanya..
Di Indonesia, kini sudah mulai diterapkan sistem tanpa ranking di kelas yang dulunya dibuat untuk membedakan kemampuan intelektual satu anak dengan anak lainnya. Karena menurut para ahli hal ini bisa membuat anak stress dan semakin tertinggal di kelas. Di UK setahu saya memang sama sekali tidak ada sistem ranking di kelas. Lantas bagaimana penghargaan diberikan untuk anak-anak yang punya kemampuan lebih ? Pengalaman dengan sekolah anak-anak saya di
Setiap hari, menjelang saat pulang sekolah, guru mengumumkan ‘star of the day’di setiap kelas. Kepada si murid terpilih hanya diberikan kertas print out warna-warni yang bertuliskan namanya sebagai ‘star of the day’. Pemberian penghargaan semacam ini tidak melulu didasarkan pada kemampuan akademiknya di kelas hari itu, tapi mencakup segala hal. Apakah karena hari itu dia telah bekerja keras mengerjakan soal sulit (walaupun dia menjawab nggak benar), apakah karena si anak yang biasanya ribut di kelas hari itu bersikap manis, atau bisa juga karena hari itu untuk pertama kali dia berhasil menghabiskan makan siangnya, dsb.
Selain penghargaan setiap hari, juga ada ‘star of the week’ yang dicatat dibuku dan diletakkan di lobby sehingga bisa dibaca setiap orang tua yang datang. Untuk setiap pekerjaan rumah, atau tugas, atau apapun yang dikerjakan si anak dengan baik, diberikan satu ‘stamp’ yang ditempelkan pada buku khusus dan disimpan di sekolah. Akhir tahun jumlah ‘stamp’ yang didapat masing-masing anak dihitung, dan yang paling banyak akan mendapatkan hadiah dari guru berupa alat tulis, voucher untuk beli buku, dll.
Secara umum saya melihat bahwa pendidikan dasar anak-anak di
Selain subjek yang didasarkan pada kurikulum nasional, anak-anak juga diajarkan bahwa beda pendapat itu adalah hal biasa, bahwa setiap anak itu adalah unik, beda dengan lainnya. Bahwa mereka harus bisa menghormati dan menghargai orang lain yang berbeda dengan mereka, baik warna kulit, budaya, atau agama. Saya percaya hal ini penting dalam pembentukan pribadi anak dan akan mempengaruhi kemampuannya dalam hidup bermasyarakat kelak mereka dewasa. Kebetulan sekolah anak-anak saya ini merupakan sekolah multi-cultural dari berbagai background etnis di dunia. Karena letaknya di antara perumahan International Student dan kampus, sebagian murid adalah putra-putri mahasiswa yang notabene berasal dari berbagai negara dan benua.
Sistem pembelajaran juga tidak melulu harus di dalam kelas. Pada saat mereka diajarkan tentang tumbuhan misalnya, mereka diajak keluar kelas untuk mengamati berbagai jenis tumbuhan di sekitar sekolah mereka. Kepada mereka juga dibagikan benih tanaman tertentu yang berbeda untuk setiap anak yang kemudian ditanam di dalam pot. Anak-anak bertanggung jawab terhadap pot mereka masing-masing dengan menyiram dan mengamati pertumbuhan tanaman tersebut. Semua itu kemudian ditulis menjadi sebuah karangan. Kebiasaan menulis ini juga dilakukan sehabis anak-anak bepergian ke luar sekolah, apakah ke ‘farm’, ‘park’ atau museum. Tak ada batasan untuk menulis seperti keinginan guru. Si anak boleh menulis apa saja sehubungan dengan perjalanan mereka.
Di Leeds anak-anak usia SD benar-benar menikmati masa kanak-kanaknya. Mereka bisa main seusai sekolah, tidak selalu harus berkutat dengan pr yang segunung. Sebagai orang tua, saya ikut senang melihat anak-anak saya gembira di sekolah, dan gembira bermain di luar jam sekolah. (Tapi..dasar Ibu
Kini di Indonesia banyak bermunculan sekolah unggul (umumnya berasrama) yang mengandalkan keunggulan akademik (IQ) dan pendidikan agama (SQ) untuk murid-muridnya. Apakah pendidikan yang terkait EQ juga sudah diperhatikan ? Saya tidak berani berkomentar, karena tidak tahu banyak tentang hal ini.
Sesudah lebih tiga tahun di
Mbak ada yg ketinggalan, ujian MIST.... yg biasanya dilakukan setelah libur akhir tahun di year 1.
ReplyDeleteBtw mbak primary dimulai dr reception, bukan year one. Jadi year one itu disebut primary 2. Sebab saya pernah akses worksheet bacaan anak di sekolah lewat cambridge reading atau oxford reding gitu deh disitu ditulis primary 2/year 1, primary 3/year 2.
Kalau disini sih bukan les privat untuk mata pejaran yah mbak.... hehehe
kalau disini saya malah seneng banget masukin anak les2 olahraga, eh malah si anak sekarang nodong minta dilesin musik.
Makasih Mbak yaa, tulisannya bermanfaat sekali. Insyaallah tahun ini anak2 kami akan memasuki sekolah di UK, tentu manfaat banget tulisannya. salam kenal dari Guildford UK. Salam buat keluarga
ReplyDeleteSampai sekarang, setahu saya di Indonesia, untuk sekolah negerinya, nilai masih jadi acuan 'pintar' atau tidaknya siswa mbak lily. Tapi untuk sekolah privat, sudah mulai menghargai kreativitas anak selain pelajaran wajib saja. Dulu di sby saya ngajar privat siswa sd dan smp, kebetulan mereka belajar di sekolah swasta, memang hasilnya lebih baik dibanding siswa saya yang bersekolah di negeri yang lebih banyak berorientasi nilai semata (saya punya murid juga yang bersekolah di negeri)
ReplyDeletejadi ingat waktu keluarga saya berkunjung summer tahun lalu, pas anak saya dibagi raportnya....
ReplyDeletekomentarnya,' ah gak asyik yah, kayak baca raport anak tk, cuman laporan sudah tercapai semua.... gak seru! cuman bangga baca di bagian targetnya doang'.
hehehe...... emang deh kita yah indonesia bangetttttttt :P
sudah terbiasa berkompetisi dibidang eksak sejak kecil ;)
tapi di SMA 8 sekarang juga begitu katanya, adik saya raportnya juga kayak model anak tk begitu yg isinya sudah tercapai atau belum tercapai.
Repotnya kalau yg kayak begini di Indonesia nih, kalo untuk anak gaul makin asyik, gak usah bagus2 nilainya yg penting lolos targetnya, ngepas juga gpp.
sorry yah buat anak2 gaul jakarta ......hehehe
ehmmm.....it's interesting. tapi jgn bandingkan dgn inggris deh indonesia. emang udah gak bisa dibandingkan. tapi kalau dibandingkan dgn msia ini baru. indonesia lebih dahulu merdeka tapi kok..........(isi sendiri, bu lili:)
ReplyDeleteTrims..tambahannya Myr. Key stage 1 memang di mulai dari reception, terus kelas 1, dan kelas 2 Primary school (sumber bacaan saya School of Education-nya Leeds Uni, 'kali memang ada beda-beda istilah sedikit)
ReplyDeleteSama-sama. Mohon koreksinya kalau ada yang salah. Salam kenal kembali
ReplyDeleteBenar mb Nur, saya juga produk sekolah negeri.., nilai tinggi memang jadi acuan pintar atau tidaknya si anak. Bukan itu saja, nilai tinggi untuk pelajaran eksak ! Kalau yang tinggi cuma nilai kesenian atau olahraga, itu sih gak pintar namanya. Syukurlah kalau sudah ada sekolah yang memperhatikan kreatifitas murid
ReplyDeleteRaport di sini memang mirip raport TK kita di Ina. Tapi SMA 8 (Jkt?) sudah menerapkan sistem begitu ? Wah...asyik, trims infonya Myr.
ReplyDeleteSaya cuma menggambarkan sistem pendidikan di UK dengan sedikit gambaran bedanya dengan di Ina. Sebenarnya saya sendiri beranggapan..anak-anak Indonesia pintar-pintar koq ! Orang-orang seperti Intan, Zuby, (dll yang bersekolah di negara maju..eh saya juga ding..he..he...) buktinya bisa mengikuti dan cukup pintar untuk menyesuaikan diri dengan pendidikan di negara tsb. Malah banyak yang lulus dengan nilai bagus lagi. Bener kan ?
ReplyDeleteBtw.., ide menarik..(walaupun sudah saya isi dalam hati titik-titiknya)..coba kita bandingkan sistem di Ina dan di Msia, hayo dong..Intan..tulis.
pernah suatu waktu ada guru dari jepang mengadakan study banding ke jawa barat tepatnya kecikampek, setelah dia membandingkan kurikulum untuk tingkat sekolah dasar dijepang dengan di Ina, dia sangat tercengang karena menurutnya kurikulum kita terlalu tinggi untuk level sekolah dasar, dan memang anak2 dikita lebih pintar dalam soal teori tapi tapi dalam prakteknya anak2 kita jauh tertinggal, sehingga kreatifitasnya agak tersendat , mungkin karena sarana dan prasarana yg kurang memadai yang menjadi hambatan untuk kita, sukseslah ka lily untuk kedua abang adik jagoan ka Lily
ReplyDeleteSebenarnya kalau dipikir sarana dan prasarana kita gak ketinggalan amat..cuma mungkin sistemnya aja yang perlu dibenahi. Btw, kami kan gak selamanya tinggal di UK. Nanti kalau pulang mau..gak..mau..anak-anak saya harus belajar menyesuaikan diri lagi di Ina. Trims tambahan infonya..mb Hilyah.
ReplyDeleteMbak crita dong, pengalaman anak2 waktu masuk primary school pertama kali apa sudah siap Bhs. Inggris-nya. Artinya di Indo sebelumnya sudah pernah kursus bhs inggriskah? makasih ya.
ReplyDeleteBoleh juga nih usulnya..,ntar kalau ada waktu saya tulis deh..
ReplyDeleteTahun ini Daffa mau masuk reception nih...Deg-degan juga ntar gimana..:(
ReplyDeleteTenang aja mbak..he will be fine.
ReplyDelete