Tuesday, June 17, 2008

Sekolah Baru: Six Months On….(1)

Ujian kenaikan kelas alias ujian akhir semester bagi anak-anak SD dan SMP sudah usai.  Saya ikut lega.  Iya..nih, setelah ikut deg-degan mendampingi anak-anak belajar setiap hari, saya bisa bernafas lega.  Tinggal tunggu hasilnya.

 

Selama 6 bulan saya memang terus mendampingi proses penyesuaian the boys di sekolah baru mereka.  Secara aktif saya berusaha memudahkan adaptasi mereka, terutama dengan sistem pembelajaran  dan subjek pelajaran yang jauh berbeda dengan yang mereka jalani selama di UK.

 

Bagi Irham, si tengah, yang kini duduk di kelas 2 SMP, kelihatannya proses ini sedikit lebih mudah.  Mungkin karena Irham sempat bersekolah sampai kelas IV SD sebelum kami berangkat ke leeds 2004 lalu.  Namun, bagi Ilman si bungsu, prosesnya sedikit lebih lamban.  Praktis dia memulai sekolah SD-nya di UK, karena dia masuk kelas I primary school di Leeds.  Sekarang ketika kembali ke SD di Banda Aceh, Ilman sudah duduk di kelas V.  Banyak sekali yang harus dikejar Ilman, untuk menyesuaikan diri dengan sekolah baru-nya.

 

Terus terang saya ikut mengerutkan kening melihat materi pelajaran anak-anak SD, terutama kelas V SD.  Terlalu berat dan padat  !  Itu sih menurut saya.  Beban anak-anak terlalu berlebihan dan sudah diluar kemampuan anak-anak seusia mereka.  Aduh…bisa-bisa saya dikejar Departemen Pendidikan Nasional karena mengatakan hal ini.

 

Kembali ke anak-anak saya, Irham memang lebih santai dan rilek menghadapi sekolah barunya, meskipun tak jarang dia komplain juga tentang sistem yang berlaku.  Bagi Ilman yang lebih serius dan gampang cemas, hari-hari sekolah tidak selalu membuatnya nyaman dan gembira.  Sewaktu di Leeds, sepanjang jalan pulang sekolah dengan gembira dan penuh semangat dia bercerita tentang aktivitas sekolahnya, tentang pelajaran baru, tentang teman-temannya, tentang guru-gurunya, dsb.  Kini, segalanya berubah.  Sepanjang perjalanan pulang sekolah, di dalam mobil Ilman lebih banyak diam dengan wajah lesu.  Kalaupun menjawab pertanyaan saya, Ilman lebih memilih jawaban singkat tanpa penjelasan macam-macam.  ’ I am tired’, itu selalu katanya.

 

 Saya kehilangan semangat dan keceriaan Ilman.  Semangatnya bercerita baru kembali usai menonton acara-acara yang disukainya di National Geographic TV.  Mendengar dia menjelaskan tentang bagaimana tsunami terjadi, tentang pesawat airbus type A380 yang begitu menakjubkan hatinya, tentang ’amazing structures in the world’, membuat saya kadang ikut takjub dengan pengetahuannya.  Secara subjektif sebagai ibu, saya menganggap si bungsu Ilman mempunyai pengetahuan umum yang rata-rata sedikit di atas anak-anak seusianya (mudah-mudahan saya tidak terkesan sombong).

 

Di sekolah, menurut guru kelasnya Ilman termasuk anak yang cerdas, terutama untuk pelajaran matematika dan IPA.  Ilman memang menyukai kedua pelajaran ini.  Sedangkan untuk pelajaran Bhs Inggris, alhamdulillah dia juga gak punya masalah.  Dia sering jadi tempat bertanya bagi teman-temannya kala mereka kebingungan atau tidak mengerti dalam bhs Ingggris.  Ilman pernah berkata pada saya: ’My friends are better and better in English now ’.   Ketika saya bertanya: ‘ How come ?’ Dengan bangga dia berkata:  ‘Because I teach them ‘ (he..he...).

Bagaimana pelajaran lain ?  Tentu saja tidak gampang mengejar 5 tahun ketinggalannya, terutama untuk pelajaran yang berhubungan dengan ke-indonesiaan, seperti B. Indonesia, PPKN,  dan IPS.  Ilman agak kelabakan dengan semua pelajaran ini.  Bukan hanya dengan isi pelajarannya, tapi masalah bahasa juga menjadi kendala besar bagi Ilman, terutama dalam hal menulis.  Seringkali saya dan Ayah-nya harus menjelaskan dulu setiap kalimat yang dibacanya ke dalam bhs Inggris baru menuliskan lagi ke bhs Indonesia.  Itu sebuah proses memang, yang mau tidak mau harus dilalui Ilman.

 

Yang membuat saya kadang ikut prihatin adalah hilangnya semangat dan keceriaan Ilman menjalani aktivitas sekolahnya.  Terlebih saat ujian kemarin.  Hampir setiap hari dia bertanya: ’How will I do in the exams ?’  ‘What happened if I fail?’  ‘Will I stay in year 5 for another year?’.  Saya merasa iba dan terenyuh mendengar semua pertanyaannya.  Kelihatannya dia begitu kuatir dan cemas.  Bagitu ujian usai Ilman sempat demam dan mual selama beberapa hari.  Saya duga ini berhubungan dengan tekanan hatinya saat ujian.  Dia stress…gitu.

 

Saya senantiasa berusaha untuk tidak menambah beban mereka.  Saya tidak pernah memaksa mereka untuk menjadi yang murid yang paling pintar di kelas.  Saya selalu mengatakan pada ketiga anak saya: ’Do your best ’.  ’Don’t worry too much about the results’.  

 

Sayangnya guru Ilman di kelas tanpa disadari justru menambah level stress si bungsu saya ini.  Mungkin dengan maksud membakar semangat mereka yang tidak terlalu bagus nilainya saat ujian semester I, sang ibu guru memajang ranking semua anak di kelas 5 semester lalu (Des-Jan).  Dan Ilman yang saat itu baru sebulanan berada di tanah air harus puas dengan ranking 8 dari bawah diantara teman-teman lain.   Niat ibu guru tidak sejalan dengan akibat yang dirasakan Ilman.  Dia pulang ke rumah dengan wajah sedih dan berkata: ‘ I think I am now is one of the stupid pupils in the class’.  Jadi siapa bilang sistem ranking di kelas tidak mempengaruhi jiwa anak ?  

 

Kini setelah ujian usai, Ilman terlihat lebih ceria.  Dia tak terlalu kuatir lagi bakal tinggal kelas.  ’I think I could answer around 50-60 % of the question in most subjects’.  ‘Would it be enough for me to go to year 6 ?’  Saya meyakinkannya dengan berkata: ‘ I know you worked very hard’ .  ‘Sure you will pass the exams…’.

  

Raport akan dibagikan Sabtu 21 Juni ini.  Saya cukup yakin Insya Allah mereka akan baik-baik saja.  Mereka sudah belajar keras untuk bisa beradaptasi di kelas.  Mereka hanya masih butuh waktu  untuk bisa merasa nyaman dan mengejar ketinggalan mereka.  Terutama dengan sistem ujian di sekolah kita.  Soalnya saat di Leeds, anak-anak SD tidak pernah menjalani ujian yang bikin stress begitu.

 

Saya sendiri kadang bersikap mendua tentang masalah yang dihadapi anak-anak saya di sekolah.  Di satu sisi, secara pribadi banyak hal yang tidak saya setujui dengan sistem yang berlaku, di sisi lain saya justru mengajarkan anak-anak saya untuk menghadapi semua itu sebagai bagian dari hal yang harus mereka terima.  Mungkin keputusan saya tidak ideal, tapi saat ini itulah keputusan yang saya anggap bijaksana, mengingat saya harus berhati-hati sekali kalau mau mengkritik atau memberi saran untuk guru.  Not many teachers will be happy to hear that !

 

Untuk teman-teman semua, mohon saran untuk saya ya...

 

Banda Aceh, 17 Juni 2008

lily

 

22 comments:

  1. ini juga yg jadi pemikiran saya belum mau pulang dan menyekolahkan anak-anak di indonesia, dilemmanya kalau di international school pasti biaya lebih mahal.
    welcome back k lily (di mp maksudnya :D)

    ReplyDelete
  2. Bu Lilis Ilman pasti akan lulus ujian dan insya allah lama kelamaan ia akan terbiasa dengan sistem pendidikan kita (yaah memang berat,namanya juga sistem yang berbeda, tapi dia pasti akan berhasil) Lilis yakin guru Ilman juga pasti bisa melihat kecerdasan yang dimiliki Ilman. Terkadang memang sistem rangking itu gak terlalu bagus. Lilis juga ngalamin hal itu. Anyway Ilman pasti bisa..Wong Lilis aja bisa melihat kecerdasan Ilma waktu pertama sekali Lilis berinteraksi dengan dia hehehe selamat ya bu..kangeen niiy

    ReplyDelete
  3. kaka Lily!!!!...ngasih saran? hhh...ikut teriak aja boleh gak Kak?
    Beberapa waktu yang lalu, aku ingin menulis banyak tentang guru dan dunia pendidikan di Indonesia, tapi...dilarang husband, aku bisa dikejar kamtib katanya..so...setelah bete dua bulanan, aku mencoba menata jiwa, menata hati, menata semuanya, hanya...agar aku bermakna di dalam hati anak didikku..bukan dalam rangka transfer ilmu lagi...

    ReplyDelete
  4. Bu, kalau kita sudah tidak bisa menentang sistem sekolah:(, mungkin sebaiknya arahkan saja Ilman kebakat dan minatnya biar jiwa explorasi terhadap yang dia sukai tidak putus meskipun di rumah. soalnya sekolah kan sudah tidak bisa diharap lagi:(

    ReplyDelete
  5. wah cicik gak bisa koment ya kak lily hehe, habis dari kecil kita di Aceh terus ya sekolahnya, tp memang lihat keponakan sekarang pergi sekolahnya aja bawa buku satu tas ransel yg besarnya minta ampun, cicik tanya kok semua buku di bawa, iya tuh rosternya ampe 7 pelajaran 1 hari, mana 1 pelajaran 4 buku lagi (PR, latihan, catatan, dll) *geleng2 kepala*..., kasihan lihat anak kelas 4 SD dah berat aja dgn buku2...belum lagi pelajarannya ya...cicik bisa faham, pulang sekolah capek, dah gak minat belajar lagi, sukanya main jadinya, gak merasa nyaman...., apalagi anak2 yg terbiasa di luar negeri, mungkin dikit kaget ya kak lily...

    ReplyDelete
  6. waduh k lily...itu memang problem buat anak yang pernah sekolah di luar negeri terus harus menghadapi sekolah di indo.....

    ya...yang paling penting..gimana membuat si anak itu merasa dia bisa beradaptasi dengan kebiasaan yang biasa dia lakukan...he he..
    trs..apa ya sarannya.....
    numpang lewat aja deh.....seneng aja baca tulisan k lily...
    met aktivitas ya....

    ReplyDelete
  7. Bang Ilman makin ganteng bu Lily :)

    ReplyDelete
  8. Iya..Myr, sulit memang. Tapi karena kami tetap harus pulang...yah the show must go on. Pa kabar anak-anak ?

    ReplyDelete
  9. Hallo Lis. Pa kabar ? Amin untuk doa-nya. Irham dan Ilman sedang menghitung bulan kapan kak Lilis pulang. Few months to go, kata Irham. Dia ingat pesan Lilis kalau jumpa lagi nanti. Lilis masih ingat ?

    ReplyDelete
  10. ha..ha...niatnya memang mau nyentil bu guru satu ini. Eh, taunya dikau malah pengen teriak-teriak juga.

    Saya juga mencoba tidak menentang secara frontal koq Henie. Cara seperti itu pasti ditolak mentah-mentah di sini. Seperti Henie, saya juga selalu berusaha agar anak-anak saya, mahasiswa saya, bisa menangkap makna pembelajaran dan meningkatkan motivasi dalam diri mereka. Salam sayang selalu....

    ReplyDelete
  11. Trism sarannya Intan. Bukan maksud saya mengatakan sekolah tidak bisa diharap lagi lho, sekolah tetap menyimpan harapan. Hanya saja sistemnya yang mungkin perlu diubah. Plus..anak-anak saya juga harus belajar lebih keras untuk beradaptasi tanpa harus mengubah prinsip. Btw, kapan Intan selesai ? Langsung pulang? Atau ada rencana lain ?

    ReplyDelete
  12. mo nambah garem: kemaren baca di blog ada yg bilang terkagum-kagum sama pelajaran SD di indo, yg jauh lebih maju dibanding SD di nz
    saya sih nyengir n no komen bacanya :-D
    jadi inget kyknya byk pelajaran sekolah yg gak kepake, semuanya dijejelin dan harus hapal. kasian anak2 kl harus setres dan hilang keceriaan dan kesempatan utk beraktivitas :-(

    saya doain Ilman hasilnya bagus Kak, kl disini itu dia dah dapet award tuh... atas usaha kerasnya, bukan krn dia dapet nilai sembilan.
    salut sama Ilman , serius bgt, mungkin kl anak laen seh udah bilang "i dont care!"

    ReplyDelete
  13. waah iya bu Lili, Lilis masih ingaat..waa bahgia juga ternyata Irham masih ingat sama pesan-pesan berikut ini hehehe..alhamdulillah kabar bu, Lilis lagi desertasi "peak time" (hehe hiperbola..) doain ya bu Lili, semoga diberikan yang terbaik

    ReplyDelete
  14. Ini juga salah satu hal yg bikin saya concern. Terkadang bahunya sampai tertarik ke belakang saking beratnya tas berisi seabreg buku. Kalau saya minta kurangi jumlah buku, Ilman dan Irham akan menjawab: 'Buku harus dibawa, nanti bu guru marah ..'

    ReplyDelete
  15. Amin doanya. Ilman memang serius ingin mengejar ketinggalannya. Sepertinya jadi murid yang banyak gak tahunya..jadi beban juga buat dia. Btw, pa kabar Dilara ?

    ReplyDelete
  16. pasti dik Luqman...lebih guanteng... Sudah bisa jalan pasti ya..Nur. Big hug dari jauh

    ReplyDelete
  17. Butuh waktu memang. Tapi Insya Allah mereka akan baik-baik aja. Pa kabar Bois ?

    ReplyDelete
  18. Ikut baca2 nih.... Mudah2an bisa diatasi semua kesulitan. Hebat nih kecil2 udah belajar gimana mengatasi masalah yang begitu rumitnya.

    ReplyDelete
  19. eh ada uni pop, apa kabar nih ? Pengen lho ketemu ni Pop. Lagi di bandung kan ?

    ReplyDelete
  20. Lily, saya lagi di Melb. sampai 20 Juli 2008. Lagi jadi baby sitter! Selingan.... Makanya bisa baca2 blog dan ikut2 comment. Kalo di Bandung hampir gak mungkin deh! Saking sibuk atau sok sibuk ya???

    ReplyDelete
  21. wah..Uni, jadi bisa bikin lagu nih...'Antara Bandung dan Melbourne..'. Selamat kumpul dengan dengan ananada yang di Melb

    ReplyDelete
  22. aduh uni saya salah satu yg 'kebagian' stress dengan sistem pendidikan di indo...anak saya baru kelas 1 harus lancar membaca, dikte dan matematika yg udah begitu rumit untuk ukuran otak anak yg baru keluar dari 'arena bermain'....Masuk SD hari kedua sudah 'dihadang dikte'...ya ampun...buat saya terlalu 'tingkat tinggi' pelajaran anak SD jaman sekarang..kasihan anak2 ! mau dibawa kemana anak2 ini setiap hari dikejar2 nilai dan rangking...Ya Allah...

    ReplyDelete