Tuesday, June 3, 2008

Tugu Mini Pengingat Tsunami

Banda Aceh kini terlihat semakin padat.  Terutama di pusat kota. Sekilas tak terlihat lagi bekas hantaman tsunami, meskipun  beberapa sudut kota sempat berantakan diterjang gelombang air hampir empat tahun lalu. Tapi cobalah menyusuri wilayah Banda Aceh yang berbatasan dengan pantai, jejak tsunami masih tersisa dengan jelas di sana.

 

Kalau Anda menyusuri Ulee Lheu misalnya.  Ulee Lheu adalah salah satu pelabuhan laut yang berjarak sekitar 10 km dari pusat kota.  Di antara geliat bangunan baru yang sedang bermunculan, terselip bekas reruntuhan rumah, sekolah atau bangunan lainnya yang menjadi saksi bisu besarnya gelombang yang menghempas kota.  Ada bagian dari tangga rumah, bagian dari bak kamar mandi, atau tiang-tiang bagian dari kelas sebuah sekolah. 

 

 

Melihat sisa-sisa bangunan itu ada rasa yang begitu sulit diungkapkan.  Rasa yang menghimpit hati dan pikiran, yang akhirnya lagi-lagi menyadarkan saya, betapa lemahnya kita manusia di hadapan-Nya.  Berada di antara sisa-sisa reruntuhan itu, saya masih bisa merasakan aura kehidupan di sana.  Saya seperti bisa merasakan anak-anak yang berlari riang di Minggu pagi, atau kesibukan orang tua menjalani aktivitas sehari-hari.  Terutama mungkin karena saya tahu begitu padatnya wilayah tersebut sebelum tsunami.

 

 

Apakah itu saja pengingat musibah besar di kota saya tahun 2004 lalu ?  Kalau kita jeli, ada hal lain yang akan selalu mengingatkan kita akan kejadian Minggu pagi itu.  Di setiap wilayah yang terkena hempasan air kini dibangun tugu kecil sederhana pertanda bagaimana situasi di wilayah tersebut.  Tugunya berkontruksi beton dengan bentuk segi empat pada bagian dasarnya.  Di atas landasan beton ini, berdiri beton bulat tinggi seperti tiang dengan diameter sekitar 40 cm.  Di puncak tiang ini terdapat kontruksi berbentuk oval, mirip bunga melati sebelum mekar. 

 

Ketinggian tiang menggambarkan tingginya air yang menerjang wilayah tersebut saat tsunami. Ketinggian air ditandai dengan garis biru melingkar pada pangkal kontruksi oval. Keterangan tertulis dijumpai di bagain dasar tiang.  Di sini ditulis info no tugu, pembangun tugu (Rakyat Jepang).  Juga  tertulis ketinggian air dalam satuan meter, jarak lokasi tugu dari pantai terdekat, juga perkiraan tibanya air di lokasi tersebut.  Sederhana memang.  Tapi tugu ini sudah cukup menggambarkan musibah hari itu.

 

 

Tugu-tugu mini ini umumnya dibangun dalam pekarangan bangunan umum, seperti halaman sekolah atau pusat perbelanjaan.  Tentu saja makin dekat lokasi tugu dengan pantai terdekat, makin tinggi air tercatat di wilayah itu.  Di Alue Deah teungoh, misalnya.  Desa yang berjarak 0, 5 km dari pantai ini, ketinggian air mencapai lebih dari 7 meter.   Ditambah kecepatan gelombangnya yang hampir 500 km/jam, air yang menghantam  desa asal suami saya ini praktis membuat hampir semua bangunannya menjadi rata dengan tanah.

 

Ada berapa jumlah tugu ini di seputar Banda Aceh ?  Aduh..sorry banget ya..kawan, saya belum sempat menghitung semuanya.

Banda Aceh, awal Juni 2008

6 comments:

  1. glad bisa tau perkembangan aceh lewat kak lily.. semoga semua nya berjalan baik dan lancar di aceh yah kak...

    ReplyDelete
  2. Alhamdulillah semoga tugu tersebut bisa tetap membuat warga kita terus ingat akan kebesaranNya dan tetap bersyukur ya bu..

    ReplyDelete
  3. Amin. Saya usahakan tetap menulis tentang perkembangan kota saya sampai kini... trims ya..Ning

    ReplyDelete
  4. Eh..ada lilis rupanya. Pa kabar di Leeds ? Sepertinya makin betah aja.... Jangan-jangan jadi gak mau pulang lagi nih

    ReplyDelete
  5. Sip...! Hidup semangat...!!! (big hug untuk henie dari seberang)

    ReplyDelete