Saturday, June 30, 2007

Sistem Pendidikan di England (3): Beda kemampuan, beda kelas di Secondary School

 

Catatan:

Awalnya sulit bagi saya untuk mengerti sistem yang diterapkan di Secondary School di UK, jauh banget bedanya dengan SMP dan SMA kita di Indonesia.  Butuh waktu lama bagi saya (setelah bolak-balik ketemu guru dan nanya terus sama anak-anak saya) untuk akhirnya bisa memahami sistemnya.  Kalau teman-teman bingung membaca tulisan di bawah ini, harap diperbanyak sorry ya….. Mohon koreksinya kalau ada yang tidak tepat dari tulisan saya ini (Tulisannya lumayan panjang.., gak harus dibaca semua koq…)

 

 

Sistem pengajaran di Secondary school sama dengan yang berlaku di perguruan tinggi.  Untuk setiap pelajaran siswa akan berganti guru sesuai bidangnya, sekaligus beda ruangan yang sudah diatur untuk setiap pelajaran (saya pernah baca sekolah-sekolah tertentu di Indonesia juga sudah menerapkan sistem seperti ini).  Karena itu orientasi sekolah dan masing-masing kelas untuk setiap pelajaran merupakan hal yang sangat membantu siswa saat mengawali sekolahnya di awal tahun ajaran.

 

Pelajaran yang wajib diikuti untuk siswa di Secondary School umumnya sama dengan pelajaran untuk anak-anak di primary School.  Kelompok pertama adalah Core subjects, yaitu English, mathematics, and Science.  Kelompok ke dua adalah Foundation subjects: History, geography, Art, Music, technology, Religious Education (RE), dan Physical Education (PE).  Untuk siswa kelas 7,8, dan 9 (setara dengan SMP); kedua kelompok pelajaran ini wajib diikuti, dan masih ditambah lagi satu pelajaran Modern Foreign Languages, yang bisa bisa dipilih salah satu di antara banyak pilihan: Spanish, French, German,  di beberapa sekolah bahkan ada pilihan Bahasa Urdu dan Arab.

 

Untuk kelas GCSE (year 10 dan 11) pelajaran wajib adalah yang tergolong core subjects, plus bahasa asing yang dipilih saat year 7, ditambah 3 atau 4 pelajaran lain yang diminati siswa sesuai dengan keinginannya sendiri.

 

Selama siswa berada di year 7-9, mereka akan mengikuti satu kali ujian nasional di akhir year 9.  Sama dengan yang berlaku di Primary School (year 6), ujian nasional ini hanya untuk pelajaran English, Science, dan Math.  Tak banyak yang saya ketahui tentang ujian nasional di year 9 ini, karena  K’ Lila memulai secondary school-nya di sini di akhir year 9, jadi tidak diikutkan ujian.  Sedangkan Irham saat ini baru duduk di year 7.

 

Di samping ujian nasional di atas, selama di secondary school setiap siswa akan menerima raport yang dikeluarkan sekolah setiap akhir tahun ajaran.  Raportnya ya..mirip dengan yang di Primary School juga.

 

Sejak year 10 siswa sudah diarahkan untuk menghadapi GCSE  (General Certificate of Secondary Education) yang merupakan sertifikat untuk siswa di akhir wajib belajar. Nilai GCSE tidak melulu didasarkan pada ujian nasional di akhir tahun ajaran di year 11, tapi sudah dicicil sejak mereka duduk di year 10.  Nilai GCSE untuk setiap pelajaran merupakan nilai kumulatif dari beberapa bagian tugas dan ujian.  Sejak year 10 siswa sudah diberikan tugas rumah alias ‘course work’ yang dinilai sampai 30 % dari total nilai umum pelajaran tsb di GCSE.  Selain itu pada pertengahan year 11 siswa kembali mengikuti ujian yang untuk mendapatkan nilai sekitar 30 % juga dari total GCSE.  Ujian final di akhir year 11 (sekitar bulai Mei-Juni) melengkapi nilai mereka untuk GCSE.

 

Seperti pernah saya utarakan di tulisan sebelumnya, tidak ada istilah tinggal kelas bagi anak-anak sekolah di UK.  Setiap tahun mereka naik terus ke kelas berikutnya.  Tak ada juga rangking bagi siswa dalam setiap kelas. Lantas bagaimana kita menilai kemampuan si anak ?   Ternyata ada system sendiri untuk membedakan kemampuan si anak di setiap pelajaran. 

 

Di awal tahun ajaran setiap siswa wajib mengikuti test penempatan untuk setiap pelajaran yang akan diikuti.  Hasil test ini akan menentukan si anak  akan berada di set mana untuk setiap pelajaran  Secara umum ada tiga level/set untuk setiap pelajaran di Secondary School, yaitu:  Top/Higher Set;  Intermediate Set; dan Fondation Set.  Bahan ajaran untuk setiap level sudah disesuaikan dengan kemampuan si anak yang didasarkan pada hasil test di atas. 

 

Penempatan siswa dalam level tertentu tidak tetap sifatnya.  Artinya setiap siswa bisa pindah ke set lain pada tahun berikutnya.  Hasil ujian pada  setiap akhir tahun ajaran biasanya dijadian acuan untuk menentukan level siswa di tahun berikutnya.  Jadi kalau seorang siswa di kelas 7 berada di Top Set, namun prestasinya menurun..dia bisa dipindahkan ke Intermediate set di year 8.  Sebaliknya kalau siswa Intermediate Set menunjukkan prestasi baik, maka dia bisa dinaikkan ke Top Set  tahun depannya.

 

Sistem beda level untuk setiap pelajaran ini berlangsung terus sampai akhir year 11, saat anak-anak mengikuti ujian akhir GCSE.  Karena itu bisa dimengerti  si anak bisa terus ketemu teman yang berbeda dalam setiap pelajaran.  Setiap siswa memang ditempatkan dalam form tertentu dengan satu orang guru yang bertindak sebagai form tutor.   Biasanya siswa dalam satu form hanya berkumpul saat absensi pagi sebelum pelajaran dimulai  dan sore hari sebelum sekolah usai.

 

Irham, anak saya misalnya, saat ini dia duduk dikelas 7y.  Setiap pagi dan sore semua anak yang masuk ke dalam form 7y akan berkumpul untuk di cek kehadirannya.  Pagi hari setelah absensi ini, masing-masing anak akan menuju kelas dengan pelajaran sama namun kelas berbeda sesuai level mereka untuk pelajaran tersebut.  Hasil test awal tahun ajaran baru kemarin menempatkan Irham di Top set untuk pelajaran Science dan Mathematics. Sedangkan penyesuaian level untuk pelajaran lain baru dilaksanakan di awal year 8, September nanti.

 

Timbul pertanyaan lagi adakah hubungannya keberadaan si anak pada set tertentu dengan nilai akhir GCSE di year 11 ?  Ternyata memang ada  dan erat sekali kaitannya.  Setiap siswa akan mengikuti ujian untuk setiap pelajaran yang sesuai dengan levelnya. Siswa yang berada di Foundation set akan mengikuti ujian yang sesuai untuk mereka dengan nilai maksimal yang mungkin didapat adalah C.  Siswa di Intermediate set  akan mendapatkan nilai maksimum B, sedangkan nilai maksimum A atau A* hanya mungkin didapat oleh siswa yang berada di Top set. Jadi bahan ujian yang diikuti siswa di Top Set merupakan yang tersulit dan terbanyak dibandingkan kedua set lainnya.  Menarik bukan ?  Inilah yang menentukan kemampuan siswa di setiap pelajaran.

 

Namun bahan ujian akhir yang harus diikuti setiap siswa bisa fleksibel sifatnya.  Meskipun siswa berada di Top Set, kalau dia merasa tidak yakin dengan kemampuannya, dia bisa milih ujian untuk Intermediate Set.  Biasanya hal seperti ini harus didiskusikan dulu dengan gurunya.  Nilai maksimum B, lebih  baik daripada ikut ujian Top Set tapi dapat nilai C.

 

Ujian akhir GCSE kadang ada juga yang dilaksanakan di akhir year 10, terutama untuk English Language (ada lagi English Literature), untuk memberi kesempatan mereka memperbaiki nilai pada tahun berikutnya.  Di akhir year 10 dua tahun lalu, K’Lila sulung saya, ikut ujian akhir untuk GCSE English.  Meskipun berada di Intermediate set dia memilih ikut ujian untuk Foundation Set. Hasil ujian dia mendapatkan nilai maksimum C.  Tahun berikutnya di Year 11, gurunya menawarkan lagi ikut ujian di level Top set untuk dapat nilai B atau A.  Tapi K’Lila menolak.

 

‘Ujian English Language tidak gampang, belum lagi pelajaran lain yang juga akan ujian pada saat yang sama, mendingan K’Lila fokus belajar ke English Literature’.  ‘Nilai C sudah cukup koq Bunda, toh GCSE C untuk English Language sudah memenuhi syarat minimal untuk melanjutkan di A-level dan universitas’. 

 

Itu jawaban K’Lila pada saat saya seperti ikut mendorongnya agar ikut ujian lagi.  Biasa…, ibu-ibu kan pengen anaknya dapat nilai bagus teruss….(payah..).  Syukur suami saya menyerahkan keputusan pada K’Lila, karena dialah yang tahu kemampuannya sendiri.  Alhamdulillah, saat itu saya terhindar dari sikap pemaksaan kehendak saya untuk anak.

 

Lho..koq ceritanya malah lari kemana-mana.  Kembali ke topik utama.  Ada hal unik lain yang juga bersifat standar untuk setiap pelajaran di kelas GCSE (year 10 dan 11).  Setiap pelajaran ada Exam Board-nya !  Exam Boards adalah lembaga non profit yang menyiapkan bahan pelajaran, menyelenggarakan ujian, menilai hasil ujian, sampai mengeluarkan sertifikat untuk siswa untuk setiap hasil yang didapat.

 

 Exam boards ini bersifat independen, jadi tidak ada campur tangan pemerintah dalam menyiapkan ujian dan menilai hasil ujian siswa.  Tentu saja materi ajar untuk setiap pelajaran sudah disesuaikan dengan kurikulum nasional yang sudah ditentukan Pemerintah.  Untuk menjaga standar materi ajar yang disesuaikan dengan perubahan zaman, beberapa tahun sekali materi setiap pelajaran untuk setiap exam board akan diinspeksi oleh lembaga pemerintah terkait.

 

Exam Boards yang ada di UK ada beberapa yang saya tahu, terutama yang berbasis di England (di Scotland, Northen Ireland atau Wales bisa beda lagi); yaitu AQA (The Assessment and Qualification Alliance); OCR (Oxford Cambridge and RSA Examinations); Edexcel (saya cari-cari gak dapat kepanjangannya apa).  Ketiga exam boards ini yang paling banyak dipakai untuk GCSE.  Selain itu masih ada lagi WJEC yang merupakan Welsh based Exam, dll.

 

Setiap sekolah bisa memilih sendiri exam boards mana yang akan dipakai untuk setiap pelajaran.  Dan exam boards yang dipilih tidak harus sama untuk setiap pelajaran.  Bisa saja untuk Science sekolah A milih AQA, namun matematika pakai OCR, dsb.  Apa alasan sekolah memilih exam boards tertentu ?  Ini saya tidak tahu jawabannya, kecuali untuk pelajaran tertentu yang hanya diselenggarakan oleh satu exam board.  Mau gak mau sekolah harus memilih exam board tersebut.

 

Setelah ujian GCSE, siswa akan mendapat nilai untuk masing-masing pelajaran tertulis di sertifikat yang dikeluarkan oleh exam board ybs.  K’Lila, misalnya, tahun lalu untuk English Language, English Literature, ICT dan Food Technology,  sertifikat nilainya dikeluarkan oleh AQA.  Sedangkan untuk Science dan Math sertifikat GSCE-nya dikeluarkan oleh OCR.  Berakhir sudah wajib belajar bagi anak-anak di UK.  Tak ada ijazah/STTB dengan nilai di halaman belakangnya.  Sertifikat nilai GCSE adalah bukti si anak sudah selesai year 11 atau wajib belajar.  

 

 

 

 

 

 

 

 

25 comments:

  1. ibu.......setelah baca ini, darimana kita harus memperbaiki pendidikan kita. meski intan juga tidak menyetujui utuh sistem UK, tapi kalau ada orng minta u memperbaiki sistem pendidikan kita, at least aceh. Intan bingung harus mulai darimana:(

    ReplyDelete
  2. Intan..., tulisan saya tidak bermaksud mengecam sistem pendidikan kita..atau mendukung sepenuhnya sistem di UK. Saya hanya ingin mengetahui lebih jauh bagaimana sistem yang berlaku dan diterapkan di UK. Saya tidak bermimpi mengubah sistem pendidikan kita secara total... . Namun kalau ditanya harus mulai darimana.., saya selalu akan menjawab..'mulailah dari diri sendiri', sebatas yang kita mampu.., sebatas kapasitas yang kita punya. Setidaknya pengetahuan yang saya dapat dengan mempelajari sistem yang berlaku di negara lain..bisa membuat saya, sebagai dosen, memandang dengan perspektif yang berbeda dari sebelumnya terhadap performance seorang mahasiswa, misalnya.

    ReplyDelete
  3. ada plus minusnya ya mbak sistem pendidikan dinegara orang sm negara kita..., ohya..kalo ttg pelajaran IPA nya gimana mbak..??

    ReplyDelete
  4. wah dapat ilmu baru nih...thx udah share ya mbak lily...
    sistem pendidikan kita di indo memang masih buanyaakkkk kekurangan, itu semua kita paham, tapi saya setuju mbak liliy, kita harus mulai dari diri sendiri yang kita bisa...daripada menghabiskan waktu menggerutu lebih baik kita sebagai orangtua yang bertanggungjawab penuh thd anak2 kita (bukan pihak sekolah) memberikan dukungan dan menjaga semangat belajar anak2 terjaga (kita ajak anak2 untuk belajar mencari ilmu bukan hanya di bangku sekolah formal, tapi dari semua hal yang ditemuinya dalam kehidupan sehari2...itulah sekolah yang sesungguhnya kan?)

    ReplyDelete
  5. kadang system ga ada nilai/ranking gini bikin aku rada bete juga mba,soalnya kita kan jadi ga tau pelajaran mana yg perlu di push,gurunya juga ga terlalu mendetail kalo kita tanya,paling jawabnya,don't worry,she is doing well..
    di sini kan ga ada buku panduan belajar ky di indo,jadi bingung kadang mau ngetest anak sendiri ga bisa...

    ReplyDelete
  6. >>mamahanna (salam kenal ya mbak hehe), menurutku justru itu kelebihannya mbak, jadi anak2 bisa lebih jadi 'diri sendiri'...
    anak-anak yang menonjol di olahraga atau seni misalnya, gak perlu minder, kalo di indo, mereka2 pasti minder sama teman2 yang menonjol di matematika, IPA atau bahasa, karena di indo, RANKING DIBIKIN BERDASARKAN KEMAMPUAN MATAPELAJARAN2 ITU..!!
    jujur aku malah gak setuju dengan sistem ranking di indo...(silahkan kunjungi blog saya di MP dan FS, sudah beberapa kali saya menulis tentang keprihatinan saya tentang hal ini)

    ReplyDelete
  7. pelajaran IPA diSecondary School digolongkan ke dalam Science, yg tdd Fisika, Kimia, dan Biology. Namaun ke tiga subjek tsb diajarkan secara terpisah, demikian juga ujiannya.

    ReplyDelete
  8. Setuju..mbak. Ilmu memang tidak melulu didapat dari sekolah formal, tapi juga dari lingkungan hidup sehari-hari... Makanya ide mengirimkan anak-anak usia terlalu dini ke sekolah berasrama (boarding school) rada-rada gak sesuai untuk saya, mereka jadi kehilangan kesempatan berinteraksi penuh dengan keluarga dan lingkungan sebenarnya. Meskipun pada situasi tertentu.., hal inilah yang terbaik untuk anak.

    ReplyDelete
  9. Benar mb temmy, mulanya saya juga punya perasaan seperti itu. Tapi belakangan saya bisa lebih mengerti. Setiap awal semester, guru kelas membagikan target yang akan dicapai selama satu semester ke depan, dan ini juga ditempel di kelas (untuk Primary School). Jadi evaluasi anak didasarkan pada target tersebut. Kalau untuk anak-anak di secondary school, kita bisa membantu si anak dengan mencari materi ajar atau kumpulan soal sesuai exam board yang dipakai untuk pelajar tsb. Itu yang kami lakukan. Buku panduan khusus memang ak ada..,soalnya mereka kan gak boleh maksa kita beli buku tertentu (he..he..)

    ReplyDelete
  10. Sebagai orangtua..tentu saja saya bangga saat anak-anak saya (K'Lila dan Irham) selalu mendapat rangking 1 atau 2 di kelasnya saat di Indonesia dulu. Tapi pandangan saya tentang ini kini berubah.., sistem rangking tidak selalu baik untuk anak. Dan setahu saya beberapa sekolah di indonesia kini juga mulai..meniadakan sistem ini. (Jadi pengen tahu pendapat, mb Henie..di Pamulang nih)

    ReplyDelete
  11. makasih udah di add mba wahida....
    sebetulnya bukan masalah rankingnya,tapi di oz nih ga ada sama sekali test/ujian yg kita bisa jadiin patokan kalo anak kita tuh tau apa yg selama ini diajarin gurunya.
    Report yg didapet cuma sekali sataun pun cuma di tick yg dibilang anak menguasai yg diajarin tapi ini di tick kalo anak bisa menguasai sekitar 70 %,dan kadang guru terlalu takut buat bilang ke ortu kalo misalnya anak ini perlu bimbingan di pelajaran tertentu.Namanya kita kan sebagai ortu pengen anak maju misalnya bantu diluar sekolah dengan tuition. kalo ada buku panduan paling ga kita bisa ngetest anak kita sendiri dan bantu dia di rumah,nah berhubung ga ada,jadi kita juga ga terlalu tau pelajaran apa yg diajarin gurunya,paling cuma bisa bantu di math & spelling homework aja,yg laennya mah ga ngerti deh,soalnya kalo kita coba dia ajarin sesuatu kadang anaknya bilang,ga diajarin itu ko disekolah....:((

    ReplyDelete
  12. wah ya repot juga ya mbak temmy kalo gitu...
    (cuma tetep aja gak prefer sama sistem ranking hihihi)
    lagian kalo masalahnya kaya mbak temmy gini, menurutku bukan ranking jalan keluarnya, tapi komunikasi guru dan ortu kayaknya ya...
    semoga kedepan bisa temukan cara yg lebih baik untuk masalah anaknya ya... :-)

    ReplyDelete
  13. Wah.. ternyata, beda negara memang beda sistem ya..mb temmy, mb Wahida. Indonesia, UK, OZ.... Walaubagaimanapun sistemnya peran kita sebagai orang tua tetap penting dalam pendidikan anak.. Mudah-mudahan ada jalan keluar untuk Hanna..dan mb Temmy gak bete lagi..(he..he..)

    ReplyDelete
  14. asyik banget mbaca diskusi diatas jadi bahan masukan nih buat yg anaknya masih di primary seperti saya. klo boleh ngambil kesimpulan ialah : beda negara beda sistem pendidikannya karena mmg banyak faktor yg pemerintah ambil tuk menerapkan satu sistem, mis Indonesia kenapa nggak pake sistem level seperti di UK karena siswanya yg banyak dibandingkan tenaga pengajarnya, jangan lupa biaya pendidikan juga menentukan lho. saya setuju dgn pendapat mbak Wahida sepertinya pendidikan anak2 kita itu adalah tanggungjawab kita sebagai orang tuanya, sebab tuk merubah yg telah mengurat mengakar sangatlah susah deh.

    ReplyDelete
  15. Benar Elda, saya juga setuju. Asyik ya...bisa diskusi seperti ini. Sharing pengetahuan..tambah ilmu.

    ReplyDelete
  16. Assalaamu 'alaikum! Wah, spertinya kta mesti mmbedakan antara "pendidikan" dan "pengajaran," ya?

    ReplyDelete
  17. Walaikumsalam. Silahkan menambahkan info... trims..

    ReplyDelete
  18. Walaikumsalam. Silahkan menambahkan info... trims..

    ReplyDelete
  19. assalamualaikum, salam kenal.. dah brapa lama lily tinggal di uk?

    ReplyDelete
  20. waalikumsalam. Saya tinggal di UK sejak 2004.

    ReplyDelete
  21. bu lily salam kenal, kami dan keluarga akan ke pindah ke UK (stafford) dan menetap di sana anak saya ada 3 yang dua masih TK dan SD sedangkan yang besar sudah SMP kelas 3 kira kira apa untuk bekal mereka sekolah disana ya ?

    ReplyDelete
  22. assalamualaikum bu lily.. saya senang baca artikel anda di atas. pendidikan di Indonesia memang complicated. Tiap kali ganti menteri pendidikan, ganti juga policy dan materials nya *pusing mode on ^^.
    saya sendiri seorang educator (i prefer to call myself as that way) di sekolah nasional plus baru. banyak kebijaksanaan nasional plus ala indonesia yg tdk saya mengerti. sedih sebenarnya klo mengandalkan tenaga expat. apa Indonesia kekurangan org2 yg cerdas?! lebih baik mereka menggaji para tenaga kerja asing itu drpd org 'lokal' yg mungkin saja kemampuannya sama atau bahkan lbh baik dr mereka. di sekolah saya sendiri.. mereka memasang 'bule' sebagai 'simbol -sekolah ini punya bule lho' walo gatau kualitasnya gimana. Duh... ngenes deh mba klo ngomongin pendidikan di Indonesia. Can it be changed one day?! I do hope so. -halah kok saya malah curhat gitu ya, hehe... maaf ya.-

    ReplyDelete
  23. waalaikumsalam. Alhamdulillah kita bisa sharing.. Sekarang setelah kembali ke Indonesia, saya sedang mencoba mengerti lagi sistem pendidikan di Indonesia. Kadang suka pusing dan bingung juga..., mau kemana pendidikan kita ? (he..he..ikutan curhat

    ReplyDelete
  24. assalamu'alaikum salam silaturahmi ... good posting mak cik ...

    ReplyDelete